PERKEMBANGAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA DI DUSUN PESANGGRAHAN KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI.
![]() |
PROPOSAL
PENELITIAN
PERKEMBANGAN
PARTAI KOMUNIS INDONESIA DI DUSUN PESANGGRAHAN KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN
BOYOLALI.
Dosen Pengmpu :
Bapak Hamdan Tri Atmaja
Disusun Oleh :
Tiara Nurmadani 3101414041
Siti Qomariyah 3101414044
Ilham Jauhari 3101414048
Karina Hasbi
Jantari 3101414050
Afidhatul Ummah 3101414051
Unik Nurul Asmi 3101414052
Wirasari 3101414053
Ahmad Awang 3101414058
Nyenyep Dwi P 3101414067
JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Partai
Komunis Indonesia merupakan salah satu
partai yang sudah ada semenjak Sarekat Islam (SI) pecah menjadi SI Merah dan SI
Biru. SI merah ini berpusat di Semarang dengan Semaun dan Darsono sebagai
pemimpinnya.
Setelah
pasca kemerdekaan terjadi beberapa pemberontakan yang dilakukan oleh Partai
Komunis Indonesia ini. Salah satu tempat yang menjadi markas ada di daerah
Boyolali. Daerah Boyolali ini begitu menarik
karena dengan letak geografis yang
strategis untuk perencanaan secara
politik, sosial, budaya,
ekonomi dan pertahanan.
Oleh sebab itu, sejak lepasnya
penjajahan Belanda dan di
kumandangkannya Proklamasi 17
Agustus 1945 sudah
menjadi perebutan yang manarik
bagi kekuatan-kekuatan politik
yang ada pada
saat itu. Selain
itu berbagai Trah keturunan
kerajaan Surakarta yang
tinggal di berbagai
daerah Boyolali juga ikut
mewarnai kehidupan masyarakatnya. Yang
tidak luput dari penglihatan kita
bersama yaitu dua
gunung yang menyimpan berbagai
peristiwa nasional dan misteri yang menjadi simbol dan keyakinan masyarakat Jawa pada umumnya khususnya di wilayah
kerajaan Yogyakarta dan Surakarta. Dari peristiwa Misteri Gunung Merapi, penjajahan
Belanda, Rasionalisasi di
tubuh tentara, MMC (Merapi
Merbabu Complek), Grayak dan PKI. Tidak kalah pentingnya yaitu tentang peristiwa Kedung
Ombo yang masih meninggalkan berbagai
kenangan pahit dan belum terselesaikan sampai sekarang.
Peristiwa yang pernah terjadi tersebut selalu dihubung – hubungkan antara satu
dengan yang lainnya.
Grayak
yang menjadi momok masyarakata Boyolali dan
sekitarnya meninggalkan kenangan
tersendiri bagi sejarah
kota susu tersebut.
Gerombolan yang terkenal dengan kesadisannya, penjarahan
dianggap biang kerok mulobukane kekuatan PKI di
Boyolali. Sehingga pasca
terjadinya isu pemberontakan
PKI gerakan yang selama
ini hanya dianggap
sebagai gerakan kelompok
garong yang suka merampas ternak,
harta warga ini
dicap sebagai gerakan
orang -orang PKI. Padahal kalau
dicermati secara jeli
tidak hanya milik
orang NU atau
PNI yang menjadi korban,
harta orang BTI pun
juga banyak yang
menjadi incaran gerombolan
tersebut.
Kedung
Ombo yang menyisakan peristiwa
Internasional yang belum
terselesaikan dalam setiap gerakan
pembebasan untuk menuntut Haknya
selalu dicap sebagai orang
PKI. Karena berbagai
peristiwa tersebut, sehingga
Boyolali menjadi kota yang penuh dengan kota misteri
kemanusiaan berskala Nasional.
Oleh
karena itu untuk mengungkap rasa penasaran terhadap perkembangan Partai Komunis
Indonesia serta beberapa partai yang berkembang di Boyolali diperlukan suatu
penelitian mendalam terhadap pelaku, saksi ataupun korban yang berkaitan dengan
peristiwa 1965.
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian yang
dikemukakan pada latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini dapat di
rumuskan sebagai berikut:
a.
Bagaimana keadaan masyarakat Boyolali
sebelum peristiwa 1 Oktober 1965?
b.
Bagaimana Hasil wawancara terhadap
narasumber?
c.
Apa makna yang dapat diambil dari hasil
wawancara?
1.3.
Tujuan
Penelitian
Tujuan dari penelitian
adalah :
a.
Mengetahui bagaimana keadaan masyarakat
Boyolali sebelum peristiwa 1 Oktober 1965.
b.
Mengetahui hasil wawancara dari narasumber
yang berkaitan dengan peristiwa Oktober 1965.
c.
Dapat melakukan penafsiran terhadap
hasil wawancara sejarah lisan.
1.4.
Manfaat
Penelitian
a.
Memenuhi tugas mata kuliah sejarah lisan
b.
Mengetahui peristiwa di kabupaten
Boyolali yang terjadi pada tahun 1965
c.
Mampu menafsirkan makna yang disampaikan
oleh informan pada saat wawancara berlangsung.
1.5.
Batasan
Istilah
a.
Partai Komunis Indonesia (PKI)
b.
Partai Nasional Indonesia (PNI)
c.
Nahdatul Ulama (NU)
d.
Pesanggrahan
1.6.
Ruang
Lingkup Spasial
Ruang
Lingkup spasial merupakan batasan wilayah yang digunakan pada penelitian ini.
Ruang lingkup wilayah penelitian ini adalah wilayah kabupaten Boyolali kecamatan Cepogo dan
Kecamatan Musuk serta daerah daerah sekitar yang berdasarkan informasi dari
Informan berkaitan dengan peristiwa yang terjad di Boyolali pada tahun 1965.
1.7.
Ruang
Lingkup Temporal
Ruang
Lingkup temporal merupaka batasan waktu yang digunakan oleh peneliti dalam
mencari sumber dan informasi. Dalam penelitian ini batasan waktunya meliputi
tahun 1965-1966.
1.8.
Kajian
Pustaka
1.9.
Metode Penelitian
Metode
penelitian sejarah lisan adalah suatu metode pengumpulan data atau bahan guna
penulisan sejarah yang dilakukan sejarahwan melalui wawancara terhadap pelaku
sejrah yang ingin diteliti. Penelitian ini menggunakan teknik Open Type
Interview, dimana wawancara dilakukan degan cara pertanyaan ditentukan terlebih
dahulu sedangkan narasumber dapat menjawab bebas.
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode hermeneutika. Dimana kita
dapat mengungkapkan makna tersembunyi dari hasil wawancara.
1.10.
Instrumen
Pertanyaan
a.
Bagaimana keadaan pesanggrahan sebelum
peristiwa 1 Oktober 1965?
b.
Bagaimana keadaan pesanggrahan setelah
peristiwa 1 Oktober 1965?
c.
Partai apa saja yang berkembang pada
saat itu?
d.
Faktor apa yang menyebabkan keributan di
Boyolali?
BAB
II
PEMBAHASAN
a.
Keadaan
masyarakat Boyolali sebelum peristiwa 1 Oktober 1965
Kondisi
masyarakat Boyolali relatif
tenang, hubungan antar partai
serta ada juga yang baik.
Bahkan dalam menjalankan
roda pemerintahan yang
notabene di dominasi oleh orang-orang merah tidak
pernah terjadi konflik. Pada kesempatan
tertentu antar partai disatukan
dalam berbagai forum.
Forum yang berfungsi
untuk menentukan pembangunan arah
ke depan Boyolali. Selain itu
program yang dilontarkan oleh
Presiden Soekarno dengan
Nasakom-nya harus dapat mewarnai kehidupan masyarakat.
Bahkan dapat disosialisasikan sampai masyarakat tingkat basis. Selain itu ada
juga relasi antar partai besar
pemenang pemilu 1955 antara lain PKI, PNI, NU dan Masyumi disatukan dalam Front
Nasional.
Forum atau
front yang berfungsi
sebagai media duduk
sejajar bersama untuk menentukan kebijakan pembangunan
Boyolali dapat diterapkan sampai ke
tingkat desa meskipun namanya tidak
sama. Dalam setiap
pembicaraan yang diadakan sangat demokratis
meskipun ada perbedaan
tetapi argumentasi logis
yang di kedepankan bukan
adu otot yang
dipakai. Di Desapun
tradisi demokrasi sudah berjalan dengan
baik karena dalam
setiap penentuan pembangunan
desa tidak langsung ditangani
dan diputuskan kepala
desa sendiri tetapi
harus mendapat kesepakan dari
Front Nasional tersebut.
Selain dari front
juga harus mendapat kesepakatan dari orang -orang yang
terlibat dalam pemerintahan
desa tersebut seperti Bamusdes,
RT, RK dan
DPDes (Dewan Pertmbangan
Desa). Dalam penentuan kebijakan
desa kebanyakan lurah
juga selalu melibatkan forum
yang beranggotakan dari berbagai
partai yang ada
dan keputusan tersebut
menjadi acuan dalam melakukan pemerintahan desa.
Dalam
menjalan roda pemerintahan bagaimana
dapat mensosialisasikan program yang
di canangkan oleh
Bung Karno. Program
yang dicanangkan Bung
Karno misalnya Manipol USDEK
(Manivestasi Politik UUD1945
Sosialis Indonesia, Demokrasi Terpimpin,
Ekonomi Terpimpin, Kepribadian
Indonesia). Resopim (Revolusi sosialis
terpimpin), Nasakaomisasi
untuk di jadikan
penyangga negara. Selain program itu sebagai acuan juga harus di sosialisasikan kepada
masyarakat luas. Tidak jarang orang-orang
yang terlibat dalam
partai tokoh pemuda
di desa-desa saling tukar
pikiran dan sambang
meskipun yang dibicarakan
hanya persoalan sepele. Gotong
royong yang menjadi
tradisi di desa
juga masih marak
dengan melibatkan berbagai elemen kepemudaan. Dalam memperingati
selametan bayipun orang-orang dari unsur
NU, BTI maupun Muhammadiyah juga
tetap di undang untuk ikut mendoakannya.
Konflik kecil
yang terjadi juga
relatif tidak begitu
ideologis, wajar karena dalam masing –
masing partai juga memiliki program
yang harus disosialisasikan terhadap anggota.
Selain untuk disosialisasikan program
yang ditawarkan untuk penggalangan masa agar dalam
pemilu ke depan mendapat suara
banyak. Pertarungan partai yang
besar di Boyolali
terjadi antara PNI
dan PKI karena
di berbagai daerah yang ikut dalam kompetisi perebutan jabatan pamong
desa adalah orang-orang PKI dan
PNI. Sedangkan NU selalu
mendapatkan jatah jabatan pamong pada posisi Modin /penghulu. Perebutan posisi pamong inilah yang harus disadari ada
yang kalah dan
menang sebenarnya. Ternyata
yang kalah tidak menerima kekalahannya
dan berimbas pada
persoalan partai yang
sebenarnya adalah persolan individu.
Konflik individu yang
berkepanjangan ini berimplikasi pada kebencian yang
berlarut- larut yang
akhirnya peristiwa G 30 S
dijadikan momentum untuk balas
dendam. Dengan terjadinya
peristiwa tersebut yan tadinya
antar anggota masyarakat
desa rukun, damai
menjadi saling curiga dengan
ditambah isu yang
meresahkan masyarakat tidak
tahu siapa yang menghembuskan isu tersebut.
Pemberlakuan UU
PA dan UU.BH
1963/1964 yang terjadi
di beberapa daerah sebagai uji coba Pilot Project, juga memicu konflik antara PKI dan PNI.
Karena di beberapa desa di Boyolali yang menjadi 7 setan desa adalah orang PNI.
Pada bulan Februari 1964 di
daerah Ketaon menjadi
peristiwa nasional yang menewaskan seorang Pemuda rakyat (Jumeri).
Peristiwa tersebut merupakan aksi sepihak yang dilakukan oleh pemuda rakyat dalam memperjuangkan UUPA dan
UUBH terhadap orang-orang PNI. Orang PNI
memakai kekuatan Polisi untuk menghalau
orang-orang buruh yang kebanyakan PR, berimbas tertembaknya Jumeri. Selain itu juga isu
tentang Land Refform
dan pemberantasan Nekolim
yang di lontarkan
oleh orang PKI.(Bantu,marno &Tamam).
Selain itu di Desa Butuh
orang – orang
PKI
juga
melakukan aksi sepihak
dengan melakukan pematokan
terhadap tanah–tanah orang
PNI setelah diberlakukannya UUPA.
Selain mengadakan pematokan juga
mengejek orang – orang PNI (saling ejek antar kader partai).
b.
Bagaimana
Hasil wawancara terhadap narasumber?
1. Mbah
Sri Khayati
Beliau berumur 74 tahun. Beliau lahir Di Musuk
Kabupaten Boyolali. Sejak muda Beliau bekerja sebagai penjual pakaian bekas.
Beliau adalah salah satu saksi mata pembunuhan simpatisan PKI di Musuk. Pada
waktu itu Musuk adalah wilayah yang banyak simpatisan PKI. Karena, di Musuk
perangkat desanya adalah anggota PKI. Sehingga di Musuk banyak terdapat banyak
makam atau kuburan yang tewas dibunuh oleh simpatisan PNI dan NU. Mbah Sri
bercerita tentang kehidupan para
simpatisan PKI di Musuk. Di Musuk para anggota dan simpatisan PKI sering mengadakan rapat
disalah satu tempat bersejarah yang bernama pesanggrahan Prajimoharjo. Rapat
rutin itu membahas tentang agenda-agenda PKI ke depan. Mbah Sri Sendiri adalah
simpatisan dari Partai PNI. Sehingga Dia tidak menjadi target pembunuhan dari
Simpatisan non PKI. Menurut penuturan Mbah Sri setelah ada berita tentang
dalang dibalik pembunuhan dan pembantaian tokoh-tokoh agama dan TNI ialah PKI,
kehidupan masyarakat di Musuk menjadi tidak kondusif terutama bagi masyarakat
yang memilki hubungan dengan PKI dan organisasi-organisasi yang menjadi
underbow PKI.
Suami Mbah Sri adalah orang yang ikut menumpas para
simpatisan PKI bekerjasama dengan para simpatisan NU, PNI, dan TNI. Beliau,
suami mbah Sri menunjukkan tempat-tempat yang banyak ditinggali para simpatisan
PKI. Pada waktu itu banyak simpatisan PKI yang dikumpulkan di suatu tempat di
dekat hutan kemudian mereka dieksekudi di tempat itu. Anak dari orang yang ikut
dibunuh dibiarkan untuk hidup. Dan mereka dirawat oleh saudara dari ayah atau
ibu mereka yang tidak menjadi simpatisan PKI. Bagitu banyak cerita menyeramkan
yang berhubungan dengan peristiwa penumpasan PKI ini. Dimulai dari Bupati
Boyolali yang diarak keliling kota hingga meninggal, seorang istri yang gila
karena mengingat suaminya yang telah mati dieksekusi, para anggota PKI yang
dipeniti mulutnya hingga ada yang dibuang begitu saja kelaut. Mbah Sri
menyampaikan pada saat itu para anggota PKI terlihat arogan dan sebagian besar
merupakan orang penting yang memiliki kekuasaan dan kekayaan. Ketika ditanya
mengapa banyak warga yang menjadi pengikut PKI beliau menyebutkan bahwa PKI
dapat menarik simpati rakyat kecil melalui sumbangan sembako dan kegiatan
sosial lainnya. Banyak dari anggotanya yang berawal dari ikut-ikutan saja sebab
mereka menganggap PKI adalah suatu partai yang hebat. Dari Mbah Sri ini di
dapatkan narasumber lain, yaitu Pak Pomo dan Pak Cipto. Menurut cerita mbah
Sri, Pak Pomo merupakan anggota PKI dengan menggunakan kuda kemana-mana. Namun
beliau dapat selamat dengan bantuan orang-orang di sekitarnya. Ia membuat surat
pernyataan mengenai ketidak ikut sertaannya dalam PKI dan sempat meminta tolong
pada Suami dari Mbah Sri
2. Mbah
Pomo
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari mbah Sri,
kami menuju tempat Mbah Pomo yang bertempat tinggal di desa Tegal Sari. Mbah
Pomo atau Bapak Pomo ini merupakan mantan seorang guru, beliau menempuh
pendidikan akhir di SGB (Sekolah guru pada masa Belanda) dengan pekerjaan
terakhir sebagai kepala Koperasi Unit Desa (KUD). Mbah Pomo lahir pada tahun
1936. Sehingga sekarang sudah berusia 80tahun, namun beliau masih sehat
terbukti dengan pada saat kami berkunjung beliau baru saja pulang dari kebun.
Mbah Pomo ini merupakan anak dari salah seorang
kepala perkebunan milik Belanda. Di usia 8 tahun beliau bersekolah di sekolah
Belanda, kemudian melanjutkan ke sekolah tingkat SMP di Boyolali, lalu
melanjutkan di SGB ( Sekolah Guru) dan lulus menjad guru di Wonogiri.
Berawal dari kisah kehidupannya di Zaman Belanda
yang sangat ketat dan sulit. Hal ini dapat dilihat apabila waga sekitar Tegal
sari melakukan bersih desa maka semua harus mengikutinya, apabila tidak maka
akan mendapatkan sanksi berupa penjara atau bui. Pada masa pemerintahan Jepang,
rumah mbah Pomo sering digunkan sebagai tempat berkumpul dan penyimpanan
senjata – senjata.
Hingga pada tahun 1955 mulai ada partai, berawal
dari BTI hingga masuknya PKI, PNI, Masyumi, NU. Namun yang dominan PKI, PNI dan
NU. Mbah Pomo sendiri menjadi anggota PKI dank arena hal itu beliau di
berhentikan sebagai guru. Lalu kemudian beliau hendak ditangkap, akan tetapi
sebelum di tangkap beliau sudah menyerahkan diri kepada pihak pemerintah.
3. Mbah
Hadi
Narasumber yang ketiga adalah mbah Hadi, beliau
merupakan adik dari mbah Sri Khayati dimana rumahnya berdekatan dengan mbah
Cipto. Usia beliau sekitar 90 tahun,beliau menjadi anggota PNI karena sangat
bersimpatik kepada Soekarno.Dari dahulu sampai sekarang beliau bekerja sebagai
pedagang bumbu – bumbu dapur. Suaminya sudah meninggal dan beliau hanya tinggal
sendiri di rumah.
Tidak banyak informasi yang di dapat dari mbah Hadi,
dia hanya tahu di daerah pesanggrahan merupakan bangunan yang di bangun oleh
Pakubuwono X. Dimana pada masa itu sangat megah dan besar, namun kemudian di
bakar oleh pemerintah, karena takut dimanfaatkan oleh sekutu. Namun sekarang
sudah dijual tanahnya kepada lurah-lurah dan dijadikan rumah warga.
Pada zaman PKI mbah Hadi disuruh ikut menonton
pemberontakan tersebut di Boyolali, pada saat itu juga terjadi peristiwa
pembakaran markas polisi oleh PKI. Mbah Hadi tidak asli tinggal di daerah
Pesanggrahan, beliau merupakan pindahan. Menurut mbah Hadi tahun 1965 banyak
orang yang suka menggambar palu arit, karena menurut orang- orang penganut PKI
gambar palu arit sangat bagus. Sering terjadi perkumpulan di pesanggrahan oleh
PKI, selain itu juga oleh gerwani. Ada beberapa partai yang berkembang pada
masa itu, saking ramainya partai mbah Hadi samai hafal jika ada lambang palu
arit itu sudah pasti milik PKI, jika ada lambang bintang sabit Masyumi dan
bintang segitiga dimiliki oleh kaum marhaenis yaitu PNI.
Menurut pengakuan mbah Hadi pada tahun 1965, beliau
sering melihat banyak anggota partai PKI yang mengadakan rapat dan berkumpul
setiap berapa hari sekali. Saat berkumpul mbah Hadi hanya ikut berjualan, dan
hanya melihat dari jauh. Beliau merasa senang karena dengan adanya rapat
perkumpulan PKI tersebut dagangannya menjadi ramai. Selain itu sering terjadi
serangan kepada golongan yang tidak menganut PKI. Orang – orang yang mengikuti
rapat sebagian besar adalah laki-laki.
Menurut mbah Hadi saat bertanya mengenai PKI pada
orang tua bisa terdapat atau tidak tergantung bagaimana sifat dasar yang
dimiliki oran tersebut, apakah terbuka atau tidak.
4. Mbah
Cipto
Mbah Cipto
lahir pada 1936, usianya sekarang 80 tahun. Menurut informasi yang
diperoleh dari suami mbah Sri Khayanti, mbah Cipto menjadi anggota PKI di dusun
Pesanggrahan. Mbah Cipto memiliki 4 anak dimana salah satu anaknya terbunuh
pada tahun 1965.
Awalnya mbah Cipto ingin jadi tentara, namun oleh
keluarga tidak diperbolehkan, akhirnya Mbah Cipto menjadi pedagang, dia juga
memiliki lahan perkebunan yang luas dan memiliki banyak ternak. Hingga saat ini
mbah Cipto masih sering ke ladang untuk berkebun. Mbah Cipto tergolong orang
yang senang bepergian, dia pernah ke Sumatra, Cilacap untuk berjualan tembakau.
Karena pada saat itu tembakau menjadi salah sartu komoditas utama penghasilan
warga. Saat ini kebun tembakau sudah berkurang, warga sekitar hampir tiap
keluarga memiliki kebun tembakau. Sekarang mbah Cipto memiliki kebun alpukat
yang luasnya 3000m. Mbah Cipto sangat suka berbisnis, terbukti hingga sekarang
dia masih berbisnis dengan menjual rumput untuk pakan ternak. Pada masa agresi
Belanda.
Pada masa kemerdekaan Mbah Cipto sudah memasuki masa
remaja. Pada masa agresi Belanda masyarakat Pesanggrahan hanya mengguanakan
peralat sederhana seperti bambu runcing.
Menurut penuturan beliau desa Pesanggraan merupakan
desa yang sangat strategis, karena dibangun secara langsung oleh Pakubuwono X.
Di setiap minggu sekali warga sering berkumpul untuk dibagikan uang oleh Ratu
Pakubuwono. Namun kemudian dibumihanguskan agar Pesanggrahan tidak dimanfaatkan
oleh Belanda. Pada tahun1965 dengan adanya berita pembunuhan Jenderal di
Jakarta warga masyarakat juga mendengar kabar tersebut, akan tetapi selang
beberapa hari setelah peristiwa pembunuhan. Mbah Cipto menegaskan keadaan dusun
Pesanggrahan aman dan baik- baik saja, warga masyarakat tetap menjalankan
aktivitas seperti biasanya. Mbah Cipto tidak mau mmenyebutkan partai yang
pernah diikutinya. Beliau hanya menjawab peristiwa pra 1965 dan setelahnya.
Sehingga informasi yang kami dapat kurang menduukung.
c.
Apa
makna yang dapat diambil dari hasil wawancara?
Yang
dapat diambil dari wawancara yang dilakukan terhadap 4 narasumber adalah
gambaran kondisi
masyarakat Boyolali relatif
tenang, hubungan antar partai
yang ada juga baik.
Bahkan dalam menjalankan roda
pemerintahan yang notabene di
dominasi oleh orang – orang merah tidak pernah terjadi konflik. Pada kesempatan tertentu
antar partai disatukan
dalam berbagai forum.
Forum yang berfungsi
untuk menentukan pembangunan arah
ke depan Boyolali.
Selain itu program
yang dilontarkan oleh Presiden
Soekarno dengan Nasakom-nya
harus dapat mewarnai kehidupan
masyarakat. Bahkan dapat
disosialisasikan sampai masyarakat tingkat basis. Selain itu ada
juga relasi antar partai besar
pemenang pemilu 1955 antara lain PKI, PNI, NU dan Masyumi disatukan dalam Front
Nasional.
Operasi penangkapan terhadap PKI
menyisakan luka yang dalam bagi masyarakat luas
Boyolali yang tidak
tahu apa –
apa tentang PKI.
Ketakutan, trauma,
kehilangan sanak saudara,
kehilangan harta dan
pengucilan dari masyarakat sesuatu kondisi
yang mengenaskan yang dialami
oleh orang –
orang eks. Tidak hanya
itu bagi mereka yang
akan melakukan aktifitaspun harus mendapat surat izin, pengawasan dan wajib lapor kepada
pihak berwajib. Tidak saja mereka yang
terlibat menyandang predikat orang OT/eks, namun anak–anak mereka juga harus
mengalami nasib yang
sama seperti orang
tuanya. Anak mereka
juga tidak sebebas anak orang
lain yang tidak terjaring operasi. Ada perasaan takut yang mendalam dalam diri
orang – orang yang menjadi korban, pelaku, saksi bahkan hanya sepintas lalu
melihat peristiwa yang terjadi pada tahun 1965.
Banyak para pelaku atau orang yang
tidak terlibat langsung seperti mbah Cipto enggan untuk bercerita akan
peristiwa yang sesungguhnya, karena beliau takut jika apa yang beliau ceritakan
merupakan suatu profokasi terhadap pihak lain. Selain itu juga adanya anggapan
akan pertanyaan – pertanyaan yang disampaikan meupakan kepentingan individu
untuk merusak atau membuat sesuatu menjadi tak nyaman lagi.
BAB
III
PEENUTUP
1. Kesimpulan
Peristiwa
1965 memberikan luka yang sangat mendalam bagi, pelaku, kornban, saksi bahkan masyarakat
Indonesia hingga saat ini. Masih banyak kebenaran yang belum terungkap
memungkinkan kita dapat melihat permasalahan ini dari segala sisi. Bersikap
sama dan tidak membeda-bedakan kepada pelaku ataupun korban perlu dilakukan
agar tidak menambah tekanan terhadap mental mereka. Belajar sejarah tidak hanya
dari buku, tapi kita juga harus mampu melihat kenyataan agar seimbang antara
sejarah yang di buat dengan sejarah yang sesungguhnya.
2. Saran
Dalam
penulisan penelitian ini maih banyak kkekurangan, selain itu minimnya data yang
diperoleh dari informan menjadi kurang validnya hasil penelitian ini. Semoga
dapat mmenambah sedikit referensi akan peristiwa KI di Boyolali.
Daftar Pustaka
http://s-kisah.blogspot.co.id/2012/02/peristiwa-konflik-1965-1966-di-boyolali.html
Komentar
Posting Komentar