DINAMIKA KEHIDUPAN NELAYAN DI DESA TAMBAK MULYO, KABUPATEN SEMARANG DALAM PERKEMBANGAN ZAMAN : MASA ORDE LAMA, ORDE BARU, SAMPAI REFORMASI (1945-2016)

DINAMIKA KEHIDUPAN NELAYAN DI DESA
TAMBAK MULYO, KABUPATEN SEMARANG DALAM PERKEMBANGAN ZAMAN : MASA ORDE LAMA,
ORDE BARU, SAMPAI REFORMASI
(1945-2016)
PENELITIAN
Disusun
guna memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Sejarah Lisan
Dosen
Pengampu:
Muhammad
Shokeh, S.Pd, M.A
Hamdan
Tri Atmaja
Oleh:
Unik
Nurul Asmi 3101414052
Rombel
4B
JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
KATA PENGANTAR
Terimakasih
dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan bimbingaNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penelitian yang
berjudul “Dinamika Kehidupan Nelayan Di Desa Tambak Mulyo,Kabupaten
Semarang Dalam Perkembangan Zaman : Masa Orde Lama, Orde Baru, Sampai Reformasi”
untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Metode penulisan Sejarah dengan lancar.
Penulis
juga ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak – pihak yang terkait dengan
proses pembuatan dan pelaksanaan penelitian tugas akhir ini sehingga dapat
selesai dengan baik. Bapak Muhammad Shokeh dan Bapak Ibnu Shodiq selaku dosen
pengampu mata kuliah Metode Penulisan Sejarah. Terimakasih juga untuk orang tua
yang senantiasa membantu melalui doa dan materil. Serta teman – teman yang ikut
membantu dalam peneliatian ini. Tak lupa pula bapak Suryo dan pak Sapto sebagai
narasumber.
Penulis
juga mohon maaf apabila dalam penulisan penelitian ini masih banyak kesalahan
dan kekeliruan. Namun penulis sangat berharap apabila penelitian ini dapat
digunakan sebagai tambahan referensi bagi mahasiswa maupun umum.
Semarang,
21 Juni 2016
Unik Nurul Asmi
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara maritime,
dimana memiliki lautan yang luas serta hasil laut yang melimpah. Dengan
kekayaan alam ini memudahkanpenduduk pesisir dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Masyarakat pesisir memiliki karakter tersendiri dan berbeda jika dibandingkan
dengan masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan.
Masyarakat
di kawasan pesisir Indonesia sebagian besar berprofesi sebagai nelayan yang
diperoleh secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Karakteristik
masyarakat nelayan terbentuk mengikuti sifat dinamis sumberdaya yang
digarapnya, sehingga untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal, nelayan
harus berpindah-pindah. Selain itu, resiko usaha yang tinggi menyebabkan
masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang selalu diliputi
ketidakpastian dalam menjalankan usahanya. (https://alsaprudin.wordpress.com/kuliah/populasi-masyarakat-pesisir/
Diakses pada 17 Mei 2016 )
Tekanan
terhadap sumber daya pesisir sering diperberat oleh tingginya angka kemiskinan
di wilayah tersebut. Kemiskinan sering pula memicu sebuah lingkaran setan
karena penduduk yang miskin sering menjadi sebab rusaknya lingkungan pesisir,
namun penduduk miskin pulalah yang akan menanggung dampak dari kerusakan
lingkungan. Dengan kondisi tersebut,
tidak mengherankan jika praktik perikanan yang merusak masih sering terjadi di
wilayah pesisir. Pendapatan mereka dari kegiatan pengeboman dan penangkapan
ikan karang dengan cyanide masih jauh lebih besar dari pendapatan mereka
sebagai nelayan. Dengan besarnya perbedaan pendapatan tersebut di atas, sulit
untuk mengatasi masalah kerusakan ekosistem pesisir tanpa memecahkan masalah
kemiskinan yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri. (https://alsaprudin.wordpress.com/kuliah/populasi-masyarakat-pesisir/
Diakses pada 17 Mei 2016 ) Para nelayan kurang beruntung ditinjau dari aspek
pendidikan, dengan hampir 70 persen nelayan berpendidikan sekolah dasar ke
bawah dan hanya sekitar 1,3 persen yang berpendidikan tinggi. Pemerintah juga
perlu memperhatikan aspek kesehatan para nelayan.
Desa Tambak Lorok terletak di Kelurahan Tanjung Mas Kecamatan Semarang
Utara. Desa ini berlokasi di pesisir Laut Jawa dan dilintasi oleh Kali
Banger. Desa ini terkenal sebagai pemukiman nelayan semenjak tahun 1950. Secara
umum kondisi permukiman di Tambak Lorok sangat tidak sehat dan kumuh. Kawasan
yang sering dilanda banjir ini terletak pada pertemuan Sungai Banjir Kanal
Timur dan kali Banger sebelum masuk muara Laut Jawa. Banyak permasalahan sosial
ekonomi yang terjadi di permukiman tersebut. Akan tetapi terindikasi bahwa
permukiman ini memiliki partisipasi masyarakat yang baik (http://ejournal.undip.ac.id/index.php/modul/article/view/10736)
B Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan mengenai kondisi pasang surut perkembangan
dan kehidupan sosial ekonomi nelayan , maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
a.
Bagaimana keadaan daerah pesisir desa
Tambak Lorok kabupaten Semarang pada masa Orde lama, orde baru dan masa
Reformasi?
b.
Bagaimana kehidupan nelayan desa Tambak
Lorok pada masa Orde Lama, orde Baru dan masa Reformasi?
C Tujuan
Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk
menguraikan kondisi nelayan dan perkembangan kehidupan sosial ekonomi nelayan di Desa Tambak Lorok
Kabupaten Semarang. Adapun tujuan yang akan dijelaskan dalam penelitian ini
adalah:
1. Mendeskripsikan
yang berkaitan dengan laut dan daerah pesisir di Desa Kluwut, Kecamatan
Bulakamba, Kabupaten Brebes pada masa Orde Lama, Orde Baru, Sampai Reformasi.
2. Menjelaskan
perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi nelayan di Desa Kluwut, Kecamatan
Bulakamba, Kabupaten Brebes pada masa Orde Lama, Orde Baru Sampai Reformasi.
D Manfaat
Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi kajian pengetahuan
dalam ilmu sejarah terutama tentang Dinamika Kehidupan Nelayan di Desa Tambak
Lorok, Kabupaten Semarang pada masa Orde Lama,Orde Baru,Reformasi baik secara
teoritis maupun praktis.
a.
Manfaat Teoritis
Secara teoritis tujuan penelitian ini untuk
memperkenalkan nilai-nilai kearifan lokal daerah yang terkandung di dalamnya
agar dapat dikenal, dihayati, dan dilestarikan oleh warga masyarakat pada
umumnya tentang kehidupan sosial ekonomi nelayan di desa Tambak Lorok,
Kabupaten Semarang.
b.
Manfaat Praktis
Secara
praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan wacana
dalam dunia pendidikan.Di samping itu juga sebagai bahan pertimbangan bagi
pemerintah untuk memperkenalkan dan melestarikan kearifan lokal daerah, serta
potensi yang bisa dikembangkan oleh nelayan desa Tambak Lorok, Kabupaten
Semarang.
E Ruang
Lingkup Penelitian
Dalam penelitian diperlukan pembatasan
wilayah penelitian, hal ini sangat diperlukan dalam mendekatkan pokok-pokok
permasalahan yang akan dibahas agar tidak terjadi kerancuan. Dalam penelitian
ini yang digunakan adalah ruang lingkup spasial dan ruang lingkup temporal.
Ruang lingkup spasial adalah batasan
tempat atau wilayah yang akan dijadikan objek penelitian.Dalam penelitian kali
ini peneliti mengambil wilayah desa Tambak Lorok, Kabupaten Semarang.
Dimana sebagian besar penduduknya
bermata pencaharian sebagai nelayan dan merupakan wilayah pesisir Pantai Utara
Jawa Kabupaten Brebes.
Ruang lingkup temporal adalah batasan
waktu atau tempo yang diambil dalam
penelitian. Penelitian ini penulis mengambil ruang lingkup Pada Masa Orde
Lama,Orde Baru, Sampai Reformasi.Hal itu dikarenakan adanya perkembangan
kehidupan sosial ekonomi Nelayan pada Masa Orde Lama, Orde Baru, Sampai
Reformasi.
F
Tinjauan Pustaka
Pada umum penelitian ditunjang oleh
literatur sebagai acuan agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah sebagai bahan kajian dan bahan-bahan perbandingan mengenai
objek-objek yang dikaji. Kajian pustaka juga sangat bermanfaat dalam memberikan
sejumlah teori dan pemahaman yang lebih akurat mengenai Kehidupan Sosial
Ekonomi Nelayan di desa Tambak Lorok, Kabupaten Semarang. dalam Perkembangan
Zaman : Dari masa Orde Lama, Orde Baru , Sampai Reformasi.
Buku yang digunkan adalah bukuKemiskinan dan Perlawanan Nelayan. Karya
Dr. Budi Siswanto, M.Si. Buku ini memberikan gambaran kehidupan nelayan Prigi,
dimana para nelayan (nelayan buruh) hidupnya tetap miskin walaupun terjadi
revolusi biru serta pembangunan kelautan dan perikanan tetapi para nelayan
buruh sangat sulit sekli keluar dari lingkaran kemiskinan. Buku ini juga
menggambarkan kehidupan nelayan pesisir mjlai dari prosesi awal penangkapan
ikan hingga kebiasaan yang dilakukan nelayan selama berlayar.
Buku yang kedua berjuadul Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi
Pesisir yang ditulis oleh Kusnadi. Buku ini menjelaskan mengenai
pemberdayaan masyarakat nelayan, mulai karakteristik, identifikasi, masalah
serta pemecahan atas masalah yang dihadapi nelayan. Buku ini juga memberikan
gambaran pemberdayaan masyarakat nelayan untuk mencapai pola kehidupan yang
lebih baik.
Buku yang ketiga berjudul Studi Masyarakat Indonesia karya Drs.
Eko Handoyo , dimana dalam buku ini digambarkan keadaan, sisitem budaya,
kehidupan, kodisi serta keadaan sosial ekonomi masyarakat Indonesia.
G Metode
Penelitian.
Dalam
penelitian diperlukan suatu metode ilmiah yang menyangkut masalah dan cara
kerja penelitian.Metode ilmiah adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dan runtut sebagai sifat utama pengetahuan. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah karena penelitian ini
berhubungan dengan Dinamika kehidupan Nelayan Desa Tambak Lorok Kabupaten
Semarang pada masa Orde Lama, Orde Baru, Sampai Reformasi. Ada empat tahapan
dalam proses penelitian sejarah, yaitu:
1.
Heuristik
Heuristik merupakan
kegiatan atau proses mencari untuk menemukan sumber-sumber atau jejak sejarah
yang berupa keterangan-keterangan, kejadian, benda peninggalan masa lampau dan
bahan tulisan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua
klasifikasi yaitu:
1.
Sumber Primer
Sumber primer adalah sumber-sumber yang
keterangannya diperoleh secara langsung dari para saksi yang menyaksikan
langsung peristiwa tersebut dengan mata kepala sendiri. Menurut Gottschalk
(1985) sumber primer merupakan kesaksian dari seorang saksi dengan mata kepala
sendiri atau saksi dengan panca indera yang lain atau dengan alat mekanis
seperti diktafon yaitu suatu alat yang hadir pada peristiwa itu yang
diceritakan.
Untuk memperoleh data primer peneliti
berusaha mencari dokumen – dokumen yang memuat tentang Dinamika kehidupan
nelayan di Desa Tambak Lorok Kabupaten Semarang pada masa Orde Lama, Orde Baru,
Sampai Reformasi.
2. Sumber
Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber-sumber
yang keterangannya diperoleh tidak secara langsung dari para saksi yang melihat
langsung, namun dari peristiwa yang sudah dikisahkan atau dari sumber-sumber
lain. Sebagai sumber ini kami berusaha mencari buku-buku literatur yang
membahas mengenai Kehidupan Nelayan di Pesisir Utara Jawa dalam Perubahan Zaman
: Dari masa Orde Lama, Orde Baru, Sampai Reformasi.
Adapun teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Studi kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan proses mencari informasi
dan menghimpun data-data sejarah yang berupa buku-buku, surat kabar, majalah
dan dokumen-dokumen lain dalam bentuk tertulis untuk menjawab pertanyaan yang
ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. Kaitannya dengan penelitian
ini penulis berusaha mencari data-data yang berupa buku yang berhubungan dengan
laut, kemaritiman, daerah pesisir, desa pesisir dan nelayan dengan mengunjungi
beberapa perpustakaan antara lain Perpustakaan pusat UNNES, Perpustakaan Jurusan
Sejarah UNNES, Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah, dan Perpustakaan Umum
Kabupaten Semarang.
2. Observasi
Observasi
merupakan teknik pengumpulan data dimana penulis melakukan pengamatan secara
langsung ke tempat penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan
Observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial
dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Dalam hal ini
yang dimaksud adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengamati secara langsung
objek yang akan diteliti untuk mendapatkan gambaran yang jelas. Maka dalam
penelitian kali ini penulis mengambil langkah untuk melakukan observasi
langsung ke wilayah Desa Tambak Lorok Kabupaten Semarang
3.
Wawancara
Wawancara
merupakan salah satu teknik yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan
informasi yang sekiranya dapat meyakinkan bahwa hal itu memang benar-benar
signifikan sehingga tidak diragukan kebenarannya. Oleh karena itu penulis
melakukan wawancara langsung kepada pihak-pihak terkait seperti nelayan Desa
Tambak Lorok Kabupaten Semarang, Badan Perikanan ,BPS.
2. Kritik Sumber
Setelah sumber sejarah
dari berbagai sumber telah terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah
memverifikasi atau sering disebut dengan Kritik
Sumber untuk memperoleh keabsahan sumber-sumber yang telah dikumpulkan oleh
si peneliti tersebut. Kritik sumber adalah menguji sumber-sumber yang telah
terkumpul dalam bentuk data. Menurut Sartono Kartodirjo.
Kritik merupakan produk
proses ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan dan agar terhindar dari
fantasi,manipulasi, atau fabrikasi.Sumber – sumber pertama harus
dikritik.Sumber harus diveriikasi atau diuji kebenarannya dan diuji akurasinya
atau ketepatannya.Metodologi Sejarah memikirkan bagaimana menguji sumber –
sumber itu agar menghasilkan fakta keras (hard fact ).
Kritik sumber dapat
dibedakan menjadi dua yaitu kritik ekstern dan kritik intern.
a.
Kritik Ekstern
Kritik
ekstern dalam hal ini digunakan untuk menguji keaslian atau keautentikan bahan
yang diteliti seperti dokumen-dokumen naskah atau bukti-bukti yang lain. Dalam
hal ini penulis melakukan pengecekan terhadap sumber-sumber yang telah
diperoleh dengan cara menilai dan membandingkan jenis sumber-sumber dokumen
tersebut.
Kritik
eksternal dalam penelitian ini mengarah pada pengujian terhadap aspek luar dari
sumber.Otentisitas mengacu pada materi sumber yang sezaman.Jenis – jenis fisik
dari materi sumber yang sezaman.Jenis – jenis fisik dari materi sumber ,
katakana dokumen atau arsip adalah kertas dengan jenis, ukuran , bahan ,
kualitas, dan lain – lain.
b.
Kritik Intern
Kritik
intern merupakan penilaian keakuratan atau keautentikan terhadap materi dalam
sumber-sumber sejarah itu sendiri.Kritik Internal dalam penelitian ini mengacu
pada kredibilitas sumber,artinya apakah isi dokumen ini terpercaya, tidak
dimanipulasi, mengandung bias, dikecohkan, dan lain – lain.Kritik internal
ditujukan untuk memahami isi teks.
3. Interpretasi
Interpretasi
adalah penafsiran terhadap sumber-sumber sejarah yang telah diverifikasi.
Interpretasi inilah yang sering dianggap menimbulkan subjektivitas dalam
penulisan sejarah. Akan tetapi, subjektivitas tidak dapat dipisahkan dalam
penulisan sejarah karena tanpa penafsiran sejarawan, sumber sejarah tidak akan
bermakna apa-apa. Unsur subjektivitas dapat dihindari dengan cara mencantumkan
data dan keterangan dari mana data itu diperoleh. Dengan begitu, orang lain
dapat melihat dan menafsirkan ulang peristiwa sejarah berdasarkan sumber-sumber
yang telah kita cantumkan tersebut.
Interpretasi
dalam sejarah ada dua macam, yaitu analisis dan sintesis :
a.
Analisis
Analisis
adalah menguraikan sumber-sumber sejarah untuk memperoleh fakta sejarah.
Analisis ditempuh untuk memperoleh penjelasan dari sumber sejarah yang tidak
secara implisit membahas suatu peristiwa. Untuk melakukan analisis diperlukan
pemikiran dan ketajaman penafsiran untuk memperoleh sebuah kesimpulan.Analisis
artinya menguraikan setiap kejadian untuk diambil kesimpulannya.
b.
Sintesis
Sintesis
adalah menyatukan analisis-analisis dari sumber sejarah. Kadang-kadang
perbedaan antara analisis dan sintesis dapat dilupakan, sekalipun dua hal ini
penting untuk proses berpikir. Analisis dan sintesis sebenarnya adalah satu
kesatuan dari interpretasi atau analisis sejarah. Kedua hal ini berbeda secara
bertingkat, tetapi tidak secara kategori. Sintesis dibutuhkan untuk menyatukan
analisis-analisis dari sumber sejarah guna mencapai tujuan penelitian, yaitu
mewujudkan dalam bentuk tulisan atau karya sejarah.
2. Historiografi
atau Penulisan Sejarah
Merupakan
langkah bagaimana penulis mengkomunikasikan hasil penelitiannya untuk diketahui
umum.Penulis melakukan penyusunan kisah sejarah sesuai dengan norma-norma dalam
disiplin ilmu sejarah. Diantaranya yang penting adalah harus kronologis. Di samping
itu harus diupayakan seobjektif mungkin. Dalam menulis sejarah berarti seorang
sejarawan merekonstruksi sumber-sumber sejarah yang telah ditemukannya menjadi
suatu cerita sejarah. Kemampuan menulis merupakan syarat yang penting bagi
seorang penulis.Ia harus mampu berimajinasi dalam menyusun cerita sejarah.
Kemampuan berimajinasi dalam menulis menunjukkan bahwa menulis sejarah
mengandung unsur seni. Bahkan apabila tulisan sejarah itu mampu mengajak
pembacanya ikut menerawang ke masa silam dapat mengandung kesan berekreasi ke
masa lampau.
H Sistem
Penulisan
Guna
memperoleh suatu karya tulis ilmiah yang sistematis dan konsisten maka
diperlukan adanya pembahasan yang dikelompokkan dalam beberapa bab, sehingga
mudah untuk dipahami oleh pembaca. Pembahasan Proposal ini dibagi menjadi lima
bab. Bab-bab tersebut disusun secara kronologis dan saling berkaitan. Agar
mendapat arah dan gambaran yang jelas mengenai hal yang tertulis, berikut ini
sistematika penulisannya secara lengkap
1. BAB I
PENDAHULUAN
Bab
kesatu ini terdiri atas beberapa sub bab, diantaranya Latar Belakang, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Kajian Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika
Penulisan
2. BAB II KEADAAN
DAERAH PESISIR DESA TAMBAK LOROK KABUPATEN SEMARAN
Bab
kedua ini Diuraikan mengenai gambaran Umum laut dan daerah pesisir serta Desa
Tambak Lorok Kabupaten Semarang sebagai pesisir dan pemanfaatan lahannya.
3. BAB III
KEHIDUPAN NELAYANG DESA TAMBAK LOROK
Disini
bab ketiga diuraikan tentang hasil penelitian dari objek-objek kajian yang
menjadi kajian penelitian ini. Adapun objek yang menjadi kajian penelitian ini
adalah Desa Tambak Lorok Kabupaten semarang yakni mengenai sosial ekonomi
Kehidupan Nelayan di Pesisir Utara Jawa Dalam Perkembangan Zaman : Dari Masa
Orde Lama, Orde Baru , Sampai Reformasi serta gambaran kapal dan alat tangkap
Nelayan Desa Kluwut.
4. BAB IV
PENUTUP
Bab ke empat ini merupakan bab penutup, yang berisi
kesimpulan dari seluruh rumusan masalah yang telah dikemukakan dalam proposal
ini, selain itu juga berisi saran
BAB
II
KEADAAN
DAERAH PESISIR DESA TAMBAK LOROK KABUPATEN SEMARANG
Desa
Tambaklorok di wilayah Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara lama
dikenal sebagai perkampungan nelayan di Kota Semarang. Kampung yang kini dihuni
13.500 jiwa, yang 70 persennya bekerja sebagai nelayan itu, akhir-akhir ini
mendapat perhatian dari pemerintah maupun swasta. Pembangunan
infrastruktur juga mulai dilakukan, seperti peningkatan jalan, pembangunan
rumah layak huni, perbaikan drainase hingga pembuatan sabuk pantai. Tujuannya,
agar kampung itu terhindar dari abrasi dan aman dari gempuran gelombang laut
Jawa. Saat Suara Merdeka menyusuri kampung itu dari Jalan Arteri Yos
Sudarso, Rabu (10/12) siang, tidak ada gapura atau papan nama kampung. Sejumlah
pekerja tampak sedang membuat akses jalan masuk kampung di tepi Kali Banger itu
agar lebih lebar. Jalan berpaving pun penuh debu. Memasuki pasar ikan
Tambaklorok, sejumlah pedagang terlihat sibuk melayani pembeli. Di sisi lain,
puluhan ekor kambing juga tampak berkeliaran di tengah pasar. Beberapa orang
terlihat berteduh di teras rumah penduduk. Sesepuh Kampung Tambaklorok, Khozin
(65) menuturkan, sebelum padat penduduk, kawasan Tambaklorok merupakan padang
rumput dan ilalang. Jalan kampung juga belum ada. Mulai 1950-an, muncul
beberapa rumah welit (rumah dengan atap daun kelapa). ”Rumah welit itu pun
jumlahnya kurang dari 10 buah dan dihuni oleh beberapa nelayan yang mulanya
menjadi penghuni kampung ini. Saya sendiri mulai tinggal di sini
(Tambaklorok-Red) setelah peristiwa Gestapu 1965. Saya datang dari Pecangaan
Jepara, dan saat itu masih lajang. Warga disini kebanyakan juga datang dari
Wedung, Betahwalang, dan Bungo. Mulai ramai, sekitar 1975 dan mayoritas
nelayan,” tutur bapak delapan anak dan enam cucu itu, kemarin.
Apalagi,
setelah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menetapkan kawasan Tambaklorok sebagai
kawasan pemukiman pada 2000 dan memberikan hak atas penggunaan tanah Pelabuhan
Tanjung Emas kepada warga. Warga di kampung itu pun terus bertambah. Akan
tetapi, menurut Khozin, karena berada di tepi pantai, rob pun menjadi bencana
langganan. ”Saya sendiri telah meninggikan rumah sampai dua kali. Mungkin satu
meteran lebih,” katanya. Lurah Tanjung Mas, Mardiyono, saat ditemui di
kantornya Jalan Ronggowarsito Nomor 54, juga menjelaskan, Kampung Tambaklorok,
sebelum pemekaran wilayah Kota Semarang merupakan wilayah Kabupaten Demak.
Kampung dengan jumlah penduduk 13.500-an jiwa dan terbagi dalam lima rukun
warga (RW) dan 34 rukun tetangga (RT) itu mayoritas penduduknya bekerja sebagai
nelayan. ”Pada Orde Baru, kampung itu masuk program Inpres Desa Tertinggal
(IDT). Ketika gelombang tinggi dan pemerintah melarang nelayan melaut, mereka
benarbenar miskin tidak memiliki pendapatan. Sampai sekarang, juga beberapa
warga masih berstatus miskin dan rawan miskin,” jelasnya. (Tambaklorok
Menuju Kampung Wisata Bahari )
Desa
tambak yang berdekatan dengan pelabuhan Semarang menjadi strategis namun masih
kumuh. Di sekitar pesisir pantai ini sedang dibangun suatu proyek pemerintah.
Semenjak masa oerde lama desa Tambak Lorok ini kurang mendapatkan perhatian
dari pemerintah. Dan dengan karakteristik masyarakat nelayan yang cuek dank
eras menyebabkan mereka sulit untuk berkembang.
Daerah
ini langsung berbatasan langsung dengan pantai utara. Dan karena keadaan
alamnya yang rendah menyebabkan kawasan ini rwan akan bahaya banjir dan rob.
Namunhl itu seakan menjadi suatu kebiasaan, sehingga mereka tidak rishi ataupun
takut akan rob yang sudah menjadi kebiasaan itu.
BAB
III
KEHIDUPAN
NELAYANG DESA TAMBAK LOROK
Sumber Daya Manusia (Nelayan) Masih Rendah
Ketrampilan nelayan diperoleh secara turun-temurun. Nelayan cenderung bersikap apatis
dan tidak ada keinginan untuk mening-katkan ketrampilannya. Hal ini menyebabkan
tidak ada peningkatan produksi yang signifikan. Nelayan tradisional di wilayah
pesisir kota Semarang belum bisa melihat adanya insentif (keuntungan) dari peningkatan ketrampilan. Teknologi
Penangkapan Sederhana Teknologi penangkapan ikan yang dipakai oleh nelayan
wilayah pesisir kota Semarang sebagian besar masih bersifat tradisional. Hal ini
dapat dilihat dari jenis perahu dan jenis alat tangkap yang digunakan. Perahu
yang dipakai oleh nelayan wilayah pesisir Semarang untuk melaut umumnya
berskala kecil dengan tonase tidak lebih dari 5-10 GT (bobot mati). Sedangkan alat
tangkapnya terdiri dari pancing dan jarring insang. Kondisi ini membuat para
nelayan tidak dapat melakukan penangkapan ikan di laut lepas bahkan sampai zone
ZEE. Kecuali untuk kapal-kapal induk yang sekarang sudah tidak ada lagi di
wilayah pesisir Semarang, bergeser ke wilayah pantai Jepara dan pantai
pekalongan yang telah memiliki perlengkapan kapal yang cukup memadai. Kesulitan
lain yang berkaitan dengan teknologi adalah kurangnya bahkan tidak adanya
penyuluh atau fasilitator dan katali- sator. Pada awalnya emang ada tapi belum
berjalan dengan baik hanya bertahan pada tahun pertama.
Bapak Suparno juga menyebutkan alat
yang dia ketahui sejak zaman dahulu sampai sekarang yang digunakan untuk melaut
hanya jarring dan kapal. Alat lainnya kurang diketahui karena sebagian besar
nelayan di desa Tambak Lorok merupakan pindahan dari Demak ataupun Jepara yang
kemudian di Semarang hanya menjadi nelayan – nelayan kecil. (Suparno)
Upaya peningkatan akses masyarakat
ter hadap teknologi belum banyak dilakukan, karena kesulitan untuk
mengidentifikasi jenis dan tipe teknologi yang dibutuhkan, seringkali justru
masyarakat lebih maju dalam mencari dan mengadopsi teknologi yang diinginkan,
bahkan kadang-kadang pemerintah malah tertinggal,dapat dikatakan hal teknologi
masyarakat lebih maju dibanding pemerintah. Nelayan sangat sulit untuk
mendapatkan modal, karena sifat bisnis perikanan yang musiman, ketidakpastian
serta resiko tinggi seringnya menjadi alasan dari pihak pemilik modal. Ditambah
lagi status pendidikan nelayan yang umumnya rendah membuat sulit untuk memenuhi
persyaratan perolehan modal, misalnya collateral, insurance dan equity. Masalah
klasik inilah yang membuat kelompok nelayan sulit untuk mengembangkan usahanya
masalah permodalan yang tidak mencukupi. Hal ini sebabkan oleh rendahnya
kredibilitas nelayan untuk mengakses modal di lembaga keuangan formal dan tidak
berfungsinya Koperasi Nelayan untuk menjadi organisasi ekonomi nelayan.Sarana
prasarana penunjang usaha merupa-kan urat nadi dari kegiatan nelayan yang
sangat Volume 17,mempengaruhi berkembangnya usaha nelayan. Hal ini ditandai
dengan standar dermaga belum memadai, TPI yang belum bisa bermanfaat seca- ra
maksimal malah terkesan tidak bisa berfungsi, keterbatasan fungsi pabrik es,
langkanya
BBM, terbatasnya energi listrik.
Kondisi ini akan menyebabkan tingginya biaya operasional, kualitas rendah
karena terbatasnya es batu dan akhirnya harga ikan menjadi rendah, ujung ujungnya
rendahnya pendapatan nelayan Hal yang segera bisa dilakukan adalah pembanguna SPDN
khusus memenuhi kebutuhan nelayan yang ada di sentra-sentra kampung nelayan yang
produktif juga pembangunan cold storage serta TPI yang dekat dengan rumaah
warga.
Bapak dirham juga menyebutkan harga
solar yang mahal menyebabkan dia jarang melaut, karena kurangnya uang yang
dimiliki untuk melaut,apalagi sekarang hasil tangkapan sudah mulai sepi.
Walaupun jika dibandinkan dengan zaman dahulu tetap lebih mencukupi zaman
sekarang.
Dalam laju Perkembangan sosial yang
dialami oleh masyarakat di kampong nelayan tambak lorok adalah bersifat progres
,karena bisa dilihat dari lingkungan disekitar pemukiman-pemukiman para
nelayan banyak rumah-rumah yang banyak berjejeran dan mengelompok seperti
daerah kampong pada umumnya dan bukan pada umumnya kampong pemukiman para
nelayan. Para nelayan bekerja mencari ikan dengan menggunakan perahunya
sebagai alat transportasi dan dengan menggunakan alat seperti jaring untuk
menjaring ikan-ikan yang berkelompok di laut, menggunakan alat yang bernama
pukat yaitu warga biasa menyebut dan menggunakan pukat dengan istilah harimau
pukat, atau alat lain yakni alat tangkap berupa kantong-kantong jaring selain
itu biasanya para nelayan tambak lorok biasa menggunakan alat jebak untuk
menangkap ikan dengan jebakan,karena itu lebih lebih mudah sebagai cara
menangkap ikan di lautan para nelayan beroperasi mencari ikan di laut
memulainya dari jam 04.00 sampai dengan pukul 15.00 dan setelah itu para
nelayan-nelayan yang tangguh ini mendaratkan ikan-ikan hasil tangkapannya
langsung di daratkan di PPI untuk dilelang jam lelang pun ada dua tahap yaitu
jam pagi pada pukul 07.30 sampai selesai dan kloter ke dua pada siang hari
pukul 13.30 sampai selesai. Berikut gambar waktu ikan di lelang di PPI tambak
lorok Semarang. Ujar pak Hadi yakni beliau adalah petugas PPI di tambak lorok
beliau berkata bahwa para nelayan yang ada di kampong tambak lorok pada umumnya
meliburkan diri setiap datangnya gelombang yang besar dari laut dikarenakan
angin dari arah barat berhembus sangat kencang dan mengakibatkan gelombang laut
ini menjadi besar seperti halnya kehidupan dalam keseimbangan alam masalah
muncul ketika gelombang besar dan pekerjaan nelayan pun terhenti, namun saat
musim gelombang besar waktu gelombang besar datang di laut pun sangat lama
yaitu dua setengah bulan dilanda gelombang besar, karena mulai dari bulan
Desember akhir sampai akhir Februari gelombang besar terjadi ,tetapi saat
gelombang laut ini terjadi tidak selama dua bulan itu para nelayan berhenti
total untuk mencari ikan di laut ,jadi masalahnya adalah para nelayan harus
menggangur sementara dan terjadi sesuatu dalam roda perekonomian di
wilayah tambak lorok khususnya para nelayan dan tempat pelelangan ikan secara
otomatis perekonomian terhenti dan mati untuk sementara waktu yang cukup lama,
namun ada kalanya gelombang reda meskipun masih besar . seperti yang
dimaksudkan gelombang akan reda dengan jeda yang di tunggu para nelayan yakni
sekitar satu minggu setelah pasti seminggu lewat gelombang pun sedikit reda
para nelayan tambak lorok biasa menyebut dengan gelombang kendo(kecil) pada
waktu inilah para nelayan memanfaatkan waktu untuk melaut di tengah laut,
karena pada saat itu angina pun kendo dengan kecepatan kurang dari 40km-20km
perjam, jika kecepatan angin melebihi batas atau 40km perjam pastinya
tidak memungkinkan para nelayan untuk membranikan diri menjaring ikan di tengah
lautan. Menurut pak Dawam beliau mengatakan pada umumnya nelayan di tambak
lorok memiliki kebijakan tersendiri karena setiap hari jumat sengaja meliburkan
diri karena sebagian besar nelayan sudah mulyo(tentram) karena penghasilan sebagai
nelayan sudah mencukupi lebih maka dari situlah sebagian warga nelayan
meliburkan diri,meskipun masih ada yang tetap menjaring ikan di laut. Di
samping hal tersebut di tambak lorok sendiri juga terdapat pekerjaan yang
selain nelayan ada juga yang profesinya menjadi guru dan gurunya pun dari guru
TK,SD,SMP dan SMA ternyata di kampong nelayan ini sudah bisa dikatakan komplit
,tetapi para pendidiknya seperti guru tersebut selain guru ada juga yang
berprofesi sebagai pegawai yakni para pegawai swasta maupun negeri,di
kampong nelayan juga terdapat para penjahit yaitu utamanya penjahit garmen nah
dari situ saya bisa tahu karena saat saya menjelajahi kampong nelayan tambak
lorok ini banyak berserakan sampah - sampah garmen kain yang menggunung di
kanan kiri pemukiman nelayan , ada juga para warga yang berfrofesi wiraswasta
di perkampungan nelayan sebagai pembuat tepung yakni tepung tersebut tidak
tepung biasa melainkan dari ikan . tepung ikan ini di buat dari berbagai
sortiran-sortiran ikan yang kurang laku di jual di pelelangan ikan dan nantinya
akan diolah menjadi tepung ikan sebagai setrat pakan ternak. Meskipun demikian
mayoritas pekerjaan di tambak lorok 90% sebagai nelayan dan sisanya 10% bekerja
di luar profesi nelayan.
Kapal dan Alat Tangkap Nelayan
Kapal dan Alat Tangkap Nelayan
Desa Tambak lorok Kabupaten Semmarang dalam perkembangan zaman dari Masa Orde
Lama,Orde Baru sampai Reformasi tidak mengalami perkembangan yang cukup
signifikan, masih mengunakan alat alat tangkap yang sederhana yakni jaring, dan
alat alat tangkap ikan tradisional.
Berdasarkan ekonomi dan penguasaan
alat tangkap, yaitu jika dalam suatau masyarakat Desa Kluwut terdapat
perbedaan atau tidak ketidaksetaraan status ekonomi, pada masyarakat
nelayan terdapat tiga strata kelompok, yaitu :
1. Starata atas, yaitu mereka yang
memiliki kapal lengkap dengan alat tangkapnya. Mereka ini biasanya dikenal
dengan nelayan besar atau modern. Biasanya mereka tidak ikut melaut.
Operasi
penangkapan diserahkan kepada orang lain. Buruh atau tenaga kerja yang
digunakan cukup banyak bisa sampai dua atau tiga puluhan. Seringkali nelayan
besar juga merangkap sebagai pedangang pengumpul. Namun demikian, biasanya ada
pula pedagang pengumpul yang bukan nelayan, sehingga pedagang ini merupakan
kelas tersendiri.
2. Strata kedua, adalah mereka yang
memiliki perahu dengan motor tempel. Pada strata ini, biasanya pemilik tersebut
ikut melaut dan memimpin kegiatan penagkapan. Buruh yang ikut mungkin ada
tetapi terbatas dan seringkali merupakan anggota keluarga saja.
3. Strata terakhir
adalah buruh nelayan. Meskipun para nelayan bisa juga merangkap menjadi buruh,
tetapi lebih banyak pula buruh ini yang tidak memiliki sarana produksi apa-apa,
hanya tenaga mereka itu sendiri.
Berhubungan
dengan Permen Kelautan dan Perikanan No.
1 Tahun 2015 tentang nelayan
bukan Pelarangan akan tetapi berkaitan dengan aturan penangakapan yang
boleh ditangkap seperti minimal ukaran,
dan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan, bahwa Dinas Kelautan dan Perikanan
Semarang paling Respek terhadap nelayan yang menaati kebijakan pemerintah.Oleh
karena itu nelayan Desa Tambak Lorok diharapkan memperhatikan beberapa hal
yakni :
1.Menyerahkan alat
tangkap tidak ramah lingkungan.
2.Melepaskan kembali
hasil tangkapan seperti Lobster, Kepiting dan Rajungan yang bertelur.
3.Tidak menggunakan
alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti arad dan garok.
4.Memahami dan mentaati
peraturan yang berlaku.
5.Sepakat apabila
menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan siap untuk dapat sanksi.
BAB
IV
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Desa Tambak Lorok merupakan desa
pesisir yang masyarakatnya tinggal dan melakukan aktifitas sosial ekonomi yang
terkait dengan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan. Dengan demikian,
masyarakat pesisir memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan
kondisi sumberdaya pesisir dan lautan. Desa Tambak Lorok merupakan daerah yang
akan di jadikan desa wisata bahari.
Masyarakat pesisir Desa Tmbak Lorok
mempunyai sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang khas atau unik, yaitu :
Ketergantungan Pada Kondisi
Lingkungan, Ketergantungan Pada Musim, Ketergantungan Pada Pasar,
Rendahnya Tingkat Kesejahteraan, Memiliki
Kepribadian Yang Keras.
2.
Saran
Untuk
sempurnanya laporan penelitian yang berjudul “Dinamika Kehidupan Nelayan di
Desa Tambak Lorok Kabupaten Semarang Dalam Perkembangan Zaman dari Masa Orde
Lama, Orde Baru sampai Reformasi ini , penyusun menerima saran dari pembaca
untuk sempurnanya laporan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Handoyo,
eko. 2007. Studi Masyarakat Indonesia.
Semarang : FIS UNNES.
Kusnadi.
2009. Keberdayaan Masyarakat Nelayan
& Dinamika Ekonomi Pesisir . Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Siswanto,
Budi.2008. Kemiskinan dan Perlawanan Kaum Nelayan. Malang: Laksbang Mediatama.
Internet:
https://alsaprudin.wordpress.com/kuliah/populasi-masyarakat-pesisir/
Diakses pada 17 Mei 2016
https://alsaprudin.wordpress.com/kuliah/populasi-masyarakat-pesisir/
Diakses pada 17 Mei 2016
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/modul/article/view/10736/
diakses tanggal
4 Juni 2016
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/modul/article/view/10736/diakses tanggal 10 Juni 2016
http://pamboedifiles.blogspot.co.id/2015/02/ngisor-asem-tambaklorok-menuju-kampung.html
diakses tanggal 10 Juni 2016
INSTRUMEN
PERTANYAAN
1.
Bagaimana keadaan desa Tambak Lorok pada
masa Orde lama , Orde Baru dan masa Reformasi?
2.
Teknologi apa yang diunakan oleh
masyarakat desa Tambak Lorok pada masa Orde lama , Orde Baru dan masa
Reformasi?
3. Biasanya
berapa lama waktu yang dibutuhkan ketika melaut dan apa kendalanya?
4. Seperti
apa perkembangan kondisi perlengkapan nelayan untuk melaut dari Masa Orde Lama,
Orde Baru , Sampai Reformasi ?
5. Bagaimana
hasil tangkapan yang diperoleh Nelayan dan seperti apa pemasarannya dalam perkembangan zaman : Dari Masa Orde
Lama, Orde Baru, sampai dengan Reformasi ?
6. Bagaimana
gambaran kawasan Laut dan Daerah Pesisir Desa Tambak Lorok Kabupaten Semarang?
7. Seperti
apakah pemukiman Desa Tambak Lorok Kabupaten Semarang sebagai desa pesisir ?
Komentar
Posting Komentar