HUT EXSARA 6



Tidak ada ulang tahun, karena tidak ada tahun yang berulang. Yang ada mengulang tanggal dan mengulang hari. Hari dan tanggal boleh sama, tapi rasa ini tak boleh sama. Ibarat bapak yang setiap hari bertemu dengan anaknya, semakin besar dia ada harapan dan rasa yang harus disampakan. Mengembang bersama udara dan keringat. Karena harapan butuh perjuangan dan wujud nyata. 

Asap Ungaran menyambut usia Exsara yang semakin menua, tak ada yang disengaja. Ini memang sekenario nyata dari Tuhan.  Mata manusia perlu dibuka dari hingar bingarnya dunia yang kadang rancu saat bertambahnya suatu usia kita malah berpesta. Ungaran pun mengerti hati anak – anak Exsara bukan hati yang seegois itu, masih ada rasa yang menariknya untuk mengucapkan sekelumit doa, karena hanya itu yang mampu tersampaikan tanpa jarak dan waktu pada Tuhannya

Semuanya berawal dari tak ada, menjadi ada dan kemudian hilang kembali keperaduannya. Kau sudah tahu nantinya menjadi taka ada, tapi kau masih saja sombong dengan segala egomu dan tak mau tahu kalau masih ada pencipta lain yang lebih punya kuasa atasmu.

Jagalah Exsara, cintailah dia. Karena berjalan tanpa mencintai itu hambar. Api kecil dan akan mati ,sebesar itu rasa cintaku pada Exsara. Tapi ada angin yang meniupkan udara  menyapu api dan menamparku dengan bara yang membesar. Mungkin butuh angin sedikit untuk membesarkan api cinta. Butuh luka kecil untuk mengerti masih ada yang perlu di benarkan dan di tata ulang. Aturan ruang tak berlaku disini, yang ada aturah Tuhan menyatukan rasa cinta dan memecahkan teka teki hati yang sulit untuk di tebak.

Masih ada tempat di sudut dunia ini yang hampir selama 6 tahun menjadi saksi bertambahnya umurmu, Promasan  Ungaran. Dipuncak sana biasanya ada tradisi upacara menyambut bertambahnya usiamu. Tapi tahun ini tak ada, itu bukan masalah besar. Kita tak harus mencapai puncak tertinggi di kota Semarang ini untuk menunjukkan pada dunia jika kau semakin menua dan semakin banyak berkenalan dan dikenal oleh manusia – manusia baru. Kali ini kau mengajarkan jika kehendak Tuhan itu lebih dari apapun, ada rencana yang harus tak sejalan dengan kenyataan.

Disini aku belajar menikmati alam, tidur diatas tanah dan beratapkan lagit bertabur bintang, ditampar angin malam dan dihangatkan bara api. Berisik canda tawa dan pikiran pikiran malam. Bertanya pada diri sendiri tentang apa ini dan untuk apa semua ini? Ini adalah saatnya aku menikmati alam, karena aku bukan pecinta alam , aku masih terlalu sering menyakitinya, untuk menjaganya dari api saja aku tak mampu. Alam ini cerdas tapi Sang Penciptanya jauh lebih cerdas.
Tuhan jelas baik, tapi kita mesti cerah akal agar tak dihardik

Hari pun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram
wajah - wajah yang tak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti, seperti kabut pagi itu (Gie)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah kelurahan Sumurboto

PERKEMBANGAN JALUR-JALUR KERETA API DI KOTA SEMARANG SEJAK TAHUN 1867-1955

HUJAN dan SECANGKIR CAPPUCINO