“GOES TO TWIN VAN JAVA”








Magelang, kota kecil berjargon sejuta bunga.


Pada kesempatan kali ini saya ingin menceritakan sekelumit kisah   perjalanan pendek namun menjadi bagian yang takkan terlupakan hingga waktu yang entah kapan. Mata kuliah Pariwisata membawa kami segerombol manusia berlabel ORION menuju kota kecil di tanah Jawa Tengah. Magelang.
Hari ke 22 di bulan Mei, mentari menyambut dengan malu - malu. Menuntunku menuju selasar depan Fakultas Ekonomi. Tak hanya aku, tapi manusia dengan semangat pariwisata yang telah dirancang hampir dua bulan, akhirnya kini ada di depan mata. 

Jarum jam berjalan dengan pelan menuju angka enam. Jalan mulai terang, gedung – gedung terlihat jelas. Anak – anak manusia berlabel ORION pun mulai berkumpul ramai. Sie konsumsi terlihat sangat sibuk pagi ini, pasalnya mereka bertanggungjawab pada perut –perut manusia kos yang sudah dijamin pagi ini pasti masih kosong.
Ujian kesabaran dimulai pagi ini. Menunggu armada yang belum terlihat dan menunggu segelintir manusia yang selalu terbuai dengan nikmatnya tidur di pagi hari. Ah , akhirnya bus dengan PO. Jaya Slamet berwarna merah menampakkan dirinya. Bus kelas Super High Deck (SHD) cukup standart untuk perjalanan jarak menengah dan jarak jauh. Dan dengan dukungan fasilitas yang tidak mengecewakan membuat kami merasa nyaman. Supir dan kernet yang ramah menambah kenyamanan bertambah.


Hari Senin, pukul 06.30 WIB bus melaju ditengah keramaian manusia yang sibuk dengan aktivitasnya. Di dalam bus 42 personil manusia pun sibuk belajar mempersiapkan diri menjadi pemandu. Satu persatu dengan random memanju pejalanan dri Semarang – Ambarawa – Magelang. Selain karena tuntutan akademik untuk mendapatkan nilai, kami juga menjadi lebih tahu sejarah sepanjang Semarang hingga Magelang. Jalur kereta mati yang ada di sebelah kiri, rawa Pening dengan pesona keindahannya dan masih banyak lagi yang terekam oleh mata ini.
Kunjungan pertama ada di Museum BPK RI. Museum yang berada di tengah pusat kota Magelang ini ternyata tidak sulit dijangkau. Letaknya yang tidak jauh dari alun - alun kota Magelang dan dengan penunjuk arah yang jelas mempermudah kita menjangkau tempat tersebut. Tempat parkir yang cukup luas dan gratis sangat rekomended untuk kunjungan edukasi. Sambutan dari pegawai yang ramah dan menyenangkan membuat kita tidak jenuh berlama lama di museum.
Hal pertama yang biasanya kita bayangkan saat berkunjung ke Museum adalah tempat yang membosankan, tapi ini berbeda dengan museum BPK RI. Museum BPK RI ini tergolong museum baru. Begitu memasuki ruang loby kita dikejutkan dengan desain tata ruang yang furturistik. Melangkah lagi ke ruang seanjutnya semakin tercengang , dukungan teknologi yang sudah canggih  sangat digunakan disini. Tempat menonton film sepeti di bioskop juga ada. Game educatif yang sangat cocok untuk anak dikemas dengan baik. Masuk ke satu ruangan sampai keruangan selanjutnya membawa rasa penasaran dan kagum. Ini museum masa kini. Selain informasi yang kita dapatkan kita akan merasakan kenyamanan dan ketenangan. Hingga akhirnya sampa  di pintu terakhir, di ujung sana di sambut dengan mobil tua yang mewah dan menawan. Itu merupakan mobil milik BPK RI yang sengaja di museumkan dan memiliki nilai sejarahyang tinggi. Selain itu di Museum BPK RI ini tersedia fasilitas wifi gratis, sehingga diharapkan dapat menarik minat generasi muda untuk berkunjung.  
 


Setelah mengelilingi museum dipandu oleh petugas museum, kini gilian kami memandu teman – teman. Dengan giliran random lagi satu persatu memandu tiap –tiap ruangan dengan pengetahuan yang mereka miliki. Tibalah saya memndu hampir di penghujung ruangan. Khawatir memang, tetapi dengan informasi yang sudah dicari sebelumnya membantu kita saing sharing kepada teman teman yang disini berperan sebagai pengunjung. Adzan duhur tedengar, bpak Syaiful selaku dosen pengampu mata kuliah ini menyatak selesai di museum BPK RI dan dilanjutkan ke Museum Pengabadian Diponegoro.

 









Museum Pengabadian Diponegoro ini berada di depan Museum BPK RI persis. Untuk memasuki museum Pengabadian Diponegoro ini kita harus meminta uzin kepada dinas daerah, karena museum ini masih dikeola oleh Pemrintah Daerah. 
Memasuki museum Pengabadian Diponegoro membawa kita bernostalgia ke zaman kolonial. Karena dahulunya sebelum menjadi museum, tempat ini meupakan tempat perundingan antara Pangeran Diponegoro dengan  pemerintah Belanda. Namun disini terjadi pengkhianatan eleh Belanda, dengan ditangkapnya Pangeran dponegoro dan diasingkan di luar jawa. Perundingan itu sebagai jebakan oleh Pemerintah Belanda untuk menangkap angeran Diponegoro.

 

Didalamnya masih terdapat kursi dan meja yang digunakan untuk berunding. Ada jubah, tempat sholat dan lukisan pangeran Diponegoro. Hanya terdapat satu kamar yang boleh dimasuki, dan yang lainnya tidak diperkenankan masuk. Disekeliling halaman terdapat meriam yang besar dan mengarah ke barat. Pemandangan sangat indah disini, sejuk dan syahdu. Apalagi terdapat rusa yang memang hidup di halaman Museum.
Penilaian untuk pemanduan di lanjutkan, hanya tersisa sekitar 6 orang. Jadi kami tidak menunggu terlalu lama di museum Pengabadian Diponegoro.



Lepas landas dari museum kami harus menuju rumah makan untuk memenuhi kebutuhan perut yang protes untuk di isi. Rumah Makan Balai Kambang menjadi sasaran kami. Makan siang di rumah – rumah kecil yang di kelilingi kolam ikan membuat otak kami segar kembali.
Perut kenyang, pikiran tenang. Perjalanan dilanjutkan menuju bukit Rhema. Awalnya kami akan mampir ke dua Candi yaitu Candi mendut dan Candi Pawon, namun karena kita harus berlomba dengan waktu makan mereka harus diikhlaskan tidak terjamah.
Jalan menuju bukit Rhema sedikit sempit, bahkan saya takut jika bus SHD ini tidak cukup, namun ternyata bisa. Sampai di tempat parkir di Bukit Rhema kami di jemput dengan jip, jalan yang menanjak membuat hati ini was was. Tapi kemahiran sopir jip ini tidak bisa diremehkan. Tidak sampai 5 menit bukit Rhema sudah ada di depan mata. Kita langsung melihat sebuah bangunan Gereja berbentuk burung namun orang orang menyebutnya ayam, sehingga lebih dikenal “Gereja Ayam”.
Masuk kedalam Gereja ayam kami disambut dengan singkong goreng dengan sambal pedas manisnya. Dengan tiket Rp 15.000,00 kita sudah bisa naik Jip dan mendapatkan bonus singkong ini. Dan ternyata dari atas gereja ayam ini kita dapat melihat keindahan kota Magelang. Untuk sampai kepuncaknya kita harus menaiki sekitar 4 lantai. Tapi tidak perlu sampai puncak untuk hanya sekedar melihat keindahannya saja, karena di samping sayap – sayapnya kita sudah dapat melihatnya. Selain itu dibagian bawah juga terdapat tempat berdoa, dimana terdapat ruangan sekat – sekat yang tenang dan memang ditujukan untuk berdoa.

Sang surya ternyata sudah berpindah ke posisi seblah barat, tandanya kami juga harus segera bernjak pulang. Perjalanan menuju tempat parkir kembali menggunakan jip. Bus merah kami sudah siap menunggu dengan gagahnya. Perjalanan pulang diisi dengan karaoke, bus Jaya Slamet berubah menjadi tempat karaoke, dengan lampu yang warna warni dan semangat kebahagiaan dari ORION menambah syahdunya perjalanan malam itu.
Rumah makan Eny menjadi tujuan selanjutnya, disini kita melepas lelah sejeak sebelum sampai kembali ke tanah perjuangan.
Pukul 20.00 wib saatnya perjalanan pulang, dan alhamdulillah sampai di Semarang dengan selamat
Terimakasih kepada semua pihak yang telah melancarkan acara pariwisata ini.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah kelurahan Sumurboto

PERKEMBANGAN JALUR-JALUR KERETA API DI KOTA SEMARANG SEJAK TAHUN 1867-1955

HUJAN dan SECANGKIR CAPPUCINO