DIKSAR ITU GA PENTING !
DIKSAR ITU GA PENTING !
Hari mulai hampir pagi, masih teringat tugas dari bapak Sokheh dua hari yang lalu. Iya tugas menulis catatan yang belum sempat kujamah samapai tengah larut malam ini. Maaf bapak bukan maksudku untuk melupaknnya, akan tetapi rasa malas selalu membunuhku, saat tangan ini harus mulai tergerak merangkai huruf huruf itu, untuk sekedar menulisakan cerita rasanya berat dan enggan sekali. Sudah kubuat rencana untuk menulis, mulai dari saat pulang diksar dengan berniat menulis malam harinya sampai tadi aku berencana ke tempat favorit di bawah pohon belimbing, tetapi karena cuaca yang kurang mendukung akhirnya berpindah tempat ke tempat penyedia hostpot tercepat kedua di UNNES. Ya di tempat ini awalnya berniat akan menulis, akan tetapi karena internet “connected” dan prosses loading yang cepat, rasanya sayang jika membiarkan sinyal – sinyal WiFi itu terbuang mubazir. Akhirnya menulis catatanpun tertunda lagi, asyik berselancar di dunia Facebook, google, Twitter, blog serta Youtube dan masih banyak kawan – kawan lainnya. Angin dingin terhembus menusuk tulang dan mengingatkan otakku akan tugas bapak sokheh. Ya karena memang sudah cukup larut, kuputuskan untuk pulang. Jam telah menunujukaan waktu dini hari, tetapi spertinya otak ini mulai tertarik untuk mengingat kegiatan yang berlangsung hampr 3 hari 2 malam. Suatu kegiatan yang di sebut dengan “DIKSAR” atau sering kali mas Ahong menyebutnya “PEDAS” sama sebenarnya, hanya beda letak penyingkatannya. Diksar yaitu pendidikan dasar yang menurut mas Budiono merupakan suatu kegiatan membekali (pengetahuan) bagi anggota Exsara baru yang insyaalloh berguna di dalam Exsara dan di luar Exsara. Kegiatan ini merupakan salah satu persyaratan agar dapat menjadi anggota Exsara. Jujur sebenarnya aku tak terlalu mencari bagaimana nantinya aku ikut kedalam kepengurusan atau tidak, aku lebih tertarik untuk mengikuti kegiatanya, karena sudah yang kedua kalinya ini aku mengikuti kegiatan Exsara, dari yang pertama mendaki ke puncak Ungaran bertepatan dengan HUT Exsara yang kelima dan yang ini bertepatan dengan diksar. Awalnya aku tidak terlalu tertarik untuk mengikuti diksar, tetapi setelah aku tanya tanya pada kaka tingkat tentang apa itu diksar, bagaimana nantinya dan seperti apa , aku mulai tertarik.
“Diksar itu ya nanti kamu dilepas di hutan malem - malem, lewat kuburan terus jalan sendirian” kata mba dita yang merupakan salah satu anggota exsara dulunya. Wah sepertinya asyik pikirku.
Sebelumnya juga mba Juniar bilang pas di depan C2 “dik, kamu ikut diksar ya” otakku masih mikir antara iya atau tidak. Hari selanjutnya pas di jalan juga berpapasan mas MUA yang nama aslinya Muhammad Ulil Albab tapi sering di singkat namanya MUA, ya karena namanya kalau ga disingkat terlalu panjang dan bikin sempit seperti orangnya, dia juga bilang “eh dik kamu ikut diksar ya” hanya ku jawab dengan senyum khas polos “nyengir” aja. Pertanyaan mereka membuat otakku ini yang memang tidak seimbang untuk berpikir menjadi berpikir, karena setelah aku tahu harinya itu berbenturan dengan kegiatan lain. ” Aaaaku bingung”
Otak ini berpikir keras mencoba mencari pencerahan, karena aku menginginkan untuk ikut dua kegiatan itu, tapi apalah daya badan ini hanya ada satu. Mungkin aku perlu meminjam jurus Kegenbushin no Jutsu milik Narutto agar aku dapat berada di dua tempat secara bersamaan atau aku memeinjam pintu kemana saja dari kantong ajaib Doraemon, jadi aku bisa dengan mudah berpindah tempat dalam waktu yang singkat. Atau mesin waktu milik doraemon agar aku bisa melihat bagaimana kegiatan itu nantinya.
“Aku galau mas” ceritaku melalui sosmed pada ketua suatu organisasi yang aku ikuti.
“haha bocah kaya koe bisa galau” jawabnya singkat
“dilema, aku pengin ikut kongres, tapi aku juga pengin belajar di alam . aku pengin menyeimbangkan otak ini, aku juga sudah bilang ikut, gimana ini?”
“kalem wae, Yo dua duanya juga sama sama penting. Ya wis melu nganah ra papa”
“ Oke deh”
Walaupun masih ada sedikit kegalauan tapi karena sudah mendapat persetujuan dari ketua dari salah satu organisasi , otak ini mulai merasa tenang.
Kini yang jadi masalah aku belum mempersiapkan perlengkapan apapun untuk diksar itu, setelah TM aku belum sempat memikirkannya, karena ada suatu agenda lain yang harus aku ikuti. Ah lelah sekali rasanya. Ku tanyakan pada Ghanni anak rombel 1, dimana ia menjadi satu kelompok denganku.
“Ghan, aku dapat jatah perlengkapan kelompok apa aja sekalian perlengkapan individu aku juga minta” sebenernya pas TM aku sudah menulisnya di Hape, tetapi karena kecerobohan dan keteledooranku tulisan itu raib tak berbekas entah kemana.
Ghani kemudian memberi tau semuanya. Ku cari semua perlengkapan itu, mulai dari mie instani sampe jajan jajan untuk cemilan di toko AlFath.
Sabtu pagi tepatnya jam 05.00 kusudah terbangun, enggan rasanya beranjak dari tempat tidur yang ala kadarnya anak kos tetapi merupakan tempat ternyaman untuk melarikan diri dari kepenatan yang ada di kampus. Ah andaikan setelah sholat subuh ini aku bisa melanjutkan tidur panjangku, dunia seolah milikku. Aku melanjutkan dengan packing yang semalam baru setengah jadi, oh panci jangan lupa aku bawa.
Menjelang jam tujuh langit mendung seolah tak merestui aku beranjak pergi keluar dari kosan, gerimis rintik pun turun. “ah hujan” runtuhku. Tapi tekadku untuk mengikuti diksar hari ini sudah bulat, aku harus ikut diksar. Ku langkahkan kaki memasuki pelataran kampus C2 dimana gedung itu menjadi tempat aku berproses yang sudah terlalui satu semester ini. Tempat untuk berkumpul yang sesungu nya ad di depan PKM FIS. Disana kuliat sudah ada beberapa peserta dan panitia. Ada sabar, Ghani dan beberapa peserta lain yang aku belum tau namanya.
Waktu menunjukkan semakin siang. Peserta dan panitia juga sudah lengkap nampaknya. Kami di bariskan di samping c7 sayap kanan. Dimulai dengan upacara pembukaan yang seenarnya bisa khidmat , namun karena rasa kekeluargaan yang sangat mendalam di Exsara jadi upacara tersebut menjadi tempat mengungkapkan tawa bersama – sama, dimana tak akan ada upacara pembuakaan sebahagia ini di tempat lain dan itu hanya ada di Exsara. Dimulai dari absen dan perkenalan diri, ternyata banyak yang tidak berangkat, sehingga terjadi perubahan akelompok. Aku menjadi satu kelompok dengan Sabar dan Widya.
Panas matahari mulai tersa menghangatkan kulit, matahari yang sedari pagi terhalang oleh awan mendung kini mulai menampakka wajahnya “hangat” sehangat keluarga Exsara ini.
Kelompokku mendapat giliran pertama untuk berangkat, karena berhasil menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Mas Ucup. Sebelum berangkat di beri arahan dulu oleh mas MUA, jujur aku tak paham arahan yang diberikan mas MUA, tapi kami Aku, Widya dan sabar mencoba untuk paham.
Perjalanan di mulai dari keluar lingkungan FIS memasuki kawasan FIK dan menuju jalan di antara rusun, sempat bingung juga karena tidak ada tanda apapun, tetapi memang mata kami yang kurang jeli, tanda itu ada di bagian atas. Menyusuri jalan belakang FIK yang ternyata tak semulus yang aku bayangkan. Awalnya memang terlihat asyik melewati rumah – rumah penduduk tapi sampainya di suatu turunan yang benar benar tajam dan itu berkelok, mungkin kalau aku guling guling akan cepat sampai ke bawah. Atau jika aku mempunyai roda aku meluncur saja sepertinya terasa lebih nikmat..ahh kaki ini terasa lelah menahan tekanan dari belakang agar kami tak terperosok ke depan ditambah lagi dengan beban yang ada di tas serta bahan bahan perlengkapan kelompok yang kami bawa membuat kaki ini menjadi rem yang lebih ekstra. Keringat mulai bercucuran membuat baju ini sedikit basah, nafas juga mulai terengah dan terasa berat. Istirahatlah kami di tepi jalan, air putih yang masuk ke dalam kerongkongan menysuri rongga dada seolah memberi ruang udara baru untuk bernafas lebih tenang. Kami harus tetap melanjutkan perjalanan karena ini baru awal, masa baru beberapa meter saja sudah menyerah. Diiringi dengan obrolan obrolan ringan antara aku, Sabar dan Widya membuat kami tak sadar telah sampai di suatu jembatan. Jembatan ini indah ,raga bangunannya yang terlihat kokoh di atas aliran sungai yang tak terlalu deras, serta banyaknya motor yang berlalu lalang menunjukkan betapa penting dan bermanfatnya jembatan ini. Ku sempatkan untuk mengambil foto di sini.
Saat sedanga berpose mengambil gambar di alam yang begitu indah ini ternya di belakang kelompok dua sudah menyusul. Ah kami harus bergerrak cepat. Sampailah di Pos 1, disitu terdapat Mas Bobby dan Mbak Hilda. Istirahat sejenak untuk merenggangkan otot – otot kaki yang sedari tadi mungki lelah untuk menyusuri jalan yang lumayan menguras tenaga.
Perjalanan harus tetap berlanjut, setelah melalui hutan yang kecil terdapat rumah penduduk. Tak kubayangkan jika aku tinggal di daerah ini atau indekost di sini , sepertinya aku akan
malas berangkat ke kampus jika melalui jalur yang tadi, untuk turun saja susah bukan main apalagi naik dan jalan kaki. Karena track jalan yang terus menanjak membuat kami cepat lelah. Muka Widya sudah memerah, aku takut terjadi apa apa dengannya. Kamipun berjalan perlahan lahan. Sampai di atas puncak pertigaan suatu jalan disitu bertemu dengan mas Ucup dan Mas Lombok, kami disuruh beritirahat sejenak. Duduk di tepi jalan dengan kaki terselonjor ke depan membuat badan ini terasa lebih baik. Hanya minum air putih sudah cukup menyegarkan dan membasahi kerongkongan yang mulai mengering. Bebarapa menit berlalu, sepertinya tenaga dalam diri kami mulai terisi kembali. Mencoba berdiri dan kembali berjalan lagi. Sampailah di sebuah sungai, sungai itu terlihat damai dengan alirannya, tak tega aku mengusik dengan melaui diantara celahnya. Arus yang begitu kuat tapi indah dengan gemerincingnya, air sungai itu mengalir dengan bebasnya mengikuti arus yang entah nantinya berujung dimana. Kami mulai bersiap untuk menyebrang, dasr sungai yang terdiri dari batu batuan yang licin serta arus yang begitu kuat membuat badan ku, sabar dan Widya sedikit oleng. Tenyata tak semudah yang ku bayangkan untuk melewati sungai yang terlihat hanya memiliki lebar beberapa meter, tetapi memerlukan suatu konsentrasi khusus melewatinya. Lengah sedikit saja sudah pasti terjatuh dan mungkin bisa terbawa arus. Untung ada Mas Budiono, Mas Ucup, Mas lombok dan mas Amsyong yang dengan sigap membantu kami.
Sungai terlewati sudah, ada rasa kepuasan tersendiri akhirnya bisa menaklukkan sungai itu. Kini tinggal melalui perswahan, jalan yang tidak kering membuat kami harus berhati hati dan melihat kanan kiri. Berhenti lagi di suatu gubuk dekat persawahan, disitu terdapat kaka panitia yang aku lupa namanya. Namun kami harus tetap melanjutkan perjalanan lagi, karena kata mbaknya perjalanan masih setengahnya. Oh dik..semangat ya ! Sawah sawah dan ladang milik petani, serta tak luput juga sungai yang tadi kami lewati terlihat begitu sedap di pandang mata. Dalam hari ku berucap “subhanalloh sungguh indah sekali ciptaanMu ya Alloh” terkesan sepele memang, tapi moment seperti ini sangat jarang saat kita sedang aktif di bangku perkuliahan. Mungkin masih dapat menikmati sat hari sabtu atau minggu, tetapi itu tak sepuas ini, dimana waktu di penghujung semester ini sudah tidak memiliki beban tugas apapun dan tak ada ujian . Yah bebas, sebebas otakku saat ini.
Di gubuk yang kedua terdapat mas Zaini dan Mba Mae, disitu aku, sabar dan widya beristirahat lagi. Obrolan obrolan ringan kami utarakan, Kopi yang di buat mba Mae menjadi
pelengkap istirahat siang itu. Terlihat begitu menggoda kepulan asap yang mengudara dari wadah kopi, wadah yang hanya terbuat dari botol aqua bekas sehingga terkesan sangat seadanya. Kuseruput kopi itu, rasa manis menyerap dilidah merambat keotak dan mungkin karena kandungan cafein yang ada di kopi membuat otakku terasa terbang. Sungguh nikmat kopi ini, ada essensi yang berbeda saat meminum kopi ini karena hanya satu gelas dan di minum untuk bersama sama. Oh sungguh terasa kehangatan keluarga Exsara ini. Aku meminta satu gelas untuk ku bawa melanjutkan perjalanan.
Sampai di pos selanjutnya ada mas Riwan dan mba hutri. Di pos itu kami hanya lewat, kami berjalan berbarengan dengan kelompok dua. Disekeliling jalan terdapat pohin jagung dan pohon ketela, ah otakku mulai kriminal..aku berpikir bagaimana jika jagung ini kita ambil lalu kita bakar nanti malam, atau ketela ketela ini kita panen dan malamnya kita bakar, kan sepertinya nikmat tuh malem malem minum kopi sambil makan bakar jagung atau ketela. Stop! Kami bingung di pertigaan mau ke arah mana. Ada arah penunjuk jalan tetapi arah itu rancu, karena mungkin kertasnya yang tidak kokoh jadi dapat ke arah kiri, kanan atau bahkan lurus. Kupanggil dengan suara lantang Mas Ucup, diapun datang dengan sigap sembari menghisap rokok kesayangannya dan memberi pencerahan kepada kami. Kami berjalan beriringan lagi, melewati rumah penduduk lagi. Melalui jalan yang sepertinya sudah di lewati, tapi entahlah mungkin ini hanya feelingku saja.
Sampai di jembatan kedua, dimana kata mas ucup jika sudah melalui jembatan ini kami sudah sampai di desa tinjomoyo. Karena jembatan yang indah ini tak kalah indah dengan jembatan yang pertama di lalui, jembatan ini tampak lebih kokoh dari yang tadi. Kami tergoda dengan pemandangan alam sekitarnya yang sangat menawan. Foto tak pernah lupa ku ambil.
Sampailah di sebuah desa kecil, tepatnya sebuah SD bernama SDN 2 Tinjomoyo. SD itu terlihat sepi , hanya ada panitia diksar dan peserta yang baru datang membawa muka muka lelah. Ku hempaskan badan ini di lantai keramik SD yang berwarna abu abu kehitaman, rasa dingin lantai menyejukkan raga yang yang lelah melewati sawah, hutan, rumah penduduk serta sungai. Sembari
menunggu peserta lain yang mulai sampai satu persatu aku melihat ada dua sosok anak kecil, kudekati dan kutanyakan nama mereka. Satu bernama Indah dan satu lagi bernama Putri. Dari mereka aku bertanya mengenai desa Tinjomoyo ini. Kata Indah desa Tinjomoyo ini berada di sekeliling hutan. Jujur aku masih belum paham mengenai keberadaan desa Tinjomoyo, desa ini tak masuk dalam peta otakku, atau mungkin otakku ini yang tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk mencari keberadaan desa Tinjomoyo. Mengutip dari Indah yang sekarang duduk di kelas IV SD Tinjomoyo ini dia mendapat rangking 4, awalnya aku kagum ternyata dia pintar. Tetapi ternyata rangking 4 itu diambil dari jumlah 10 siswa yang ada di kelas 4. Dan ternyata tidak hanya kelas 4 saja yang mempunyai jumlah yang memilukan, tetapi kelas kelas yang lain juga. Tiap kelas siswanya tidak mencapai 20 anak. Jadi kelas sebesar itu saat pelajarn hanya akan terisi oleh bebrapa anak saja, dan bangku bangku yang kosong akan menjadi saksi perjuangan belajar dari anak anak tersebut. Hatiku merasa terenyuh mendengarnya, aku mulai berfikir mungkin karena letaknya yang jauh dari pedalaman atau karena jumlah penduduk yang sedikit, entahlah. Yang jelas aku melihat SD ini begitu tenang dengan adanya rumput hijau di depan lapangan yang terlihat basah karena mungkin sebelumnya telah terguyur hujan. Segar sekali mata ini menatapnya.
Peserta peserta lain mulai berdatangan dan sepertinya sudah mulai lengkap. Setelah perjalanan hampir 3 jam kami diberi waktu istirahat sampai jam 1.
Aku , Widya dan Sabar saat memasuki SD
Sebelum jam menunjukkan pukul satu aku bergegas untuk mencuci celana ku yang kotor dan basah, tapi ternyata air di kamar mandi belum menyala , ya sudahlah aku mengajak mba melly untuk mencuci di sungai. Tapi ternyata malah banyak yang ingin mencuci juga, kami peserta diksar beramai ramai ke sungai. Air sungai terasa dingin dan dengan arusnya membersihkan kotoran kotoran yang melakat pada celana ku. Baru kali ini aku mencuci di sungai, pernah mencebur kesungai itupun karena refting di Banjarnegara. Yah kami di suruh cepat cepat ke agenda selanjutnya, yaitu makan siang tapi aku minta ijin untuk sholat terlebih dahulu.
Makan siang bersama dan perdana kumpul bareng antara panitia dan peserta. Peserta yang jumlahnya hanya 14 orang, malahan lebih banyak panitianya. Makan siang ini terasa begitu nikmat walaupun agak tertunda karena menunggu beberapa peserta yang masih mandi. Terasa nikmat mungkin karena rasa demonstrai dari para cacing cacing penghuni perut yang mulai tak tahan dan mulai merasa lelah sehingga membutuhkan subsidi karbohidrat lebih banyak. Minumnya pun hanya tersedia satu botol dan kami harus berbagi, disinilah rasa kebersamaan itu ada.
Perut sudah terasa penuh sesak makanan yang barusan terisi. Kami digiring memasuki ruangan kelas. Otakku seketika berputar mengingat kenangan masa masa aku duduk di bangku SD. Dulu aku duduk di bangku bangku itu, dengan papan tulis yang masih mengenakan kapur. Masih senang bermain dan bermain. Ahh itu sudah berlalu 7 tahun yang lalu. Kini di depan ku terdapat dua sosok yang asing bagiku, mereka terlihat begitu serasi walaupun sama sama cowo. Menurut sie acara mereka akan membawakan materi mengenai Exsara, asal mula Exsara, sejarah exsara dan semuanya tentang Exsara. “Siapa mereka? “ tanyaku dalam hati. Aku tak pernah melihat mereka berkeliaran di sudut- sudut C2 ataupun di kampus. Rasa penasaranku terjawab seketika setelah mereka memperkenalkan diri, yang pertama bernama Ahmad Dwi Afrianto asli semarang malah buka kos kosan di daerah Banaran. Tapi sering di panggil dengan nama beken “mas Ahong” oh ya pantas, mungkin karena matanya yang sipit itu membuat mas satu ini di panggil mas Ahong. Kemudian yang satu lagi ada Mas Knthut Irama. Seketika aku heran, itu nama asli atau nama beken? Tapi ternyata itu memang nama aslinya. Boleh juga ini namanya, kentut yang berirama. Ternyata mereka berdua merupakan kaka semester 7 jadi wajar kalau aku jarang melihatnya dan mereka juga merupakan bagian orang orang penting dari Exsara. Karena mas Ahong sendiri pernah menjabat menjadi ketua ke IV di Exsara. Mulaillah mas Ahong menjelaskan mengenai Exsara mulai dari asal mula, pendirian , bagian bagian divisi sampai kegiatan yang pernah dilakukan di Exsara. Aku merasa mendapat sesuatau yang baru, aku merasa sedikit lebih tau tenyang Exsara. Materi dari mas ahing dan Mas Ken (lebih keren kalu di panggil mas Ken) selesai. Kami bisa melanjutkan sholat ashar.
Pemateri mengenai Exsara
Masuk kembali ke dalam kelas , kali ini materi di isi salah satu dosen dari sejarah. Bapak Sokheh namanya. Beliau merupakan salah satu dosen yang luar biasa karena sudah menerbitkan banyak buku, selain itu juga kemarin sempat masuk Koran Sindo karena karyanya yang luar biasa. Bapak Sokheh menjelaskan mengenai bagaimana kita menulis, menulis dengan baik. Karena kita sebagai anak sejarah harus mempunyai tulisan. Dengan adanya tulisan menunjukkan bahwa kita mempunyai sejarah. Bapak Sokheh juga mengajarkan bahwa belajar sejarah itu tidak membosan kan , belajar sejarah itu menyenangkan. Seperti sore ini bapak sokheh sebelum masuk kedalam materi pembelajaran, beliau melakukan pemanasan otak otak kami dahulu. Denagn bermain game yang sebenarnya cukup sederhana. Tapi mungkin karena kapasitas otakku yang kurang memadai atau jika diibaratkan dengan komputer yang lain sudah memakai windows Xp tapi aku masih memakai pentium IV, betapa lemotnya otak ini (emot sedih) . Game di mulai. Dan aku disuruh untuk menjawab, dan benarkan jawabanku benar tapi salah, respon otak cepat tapi kurang tepak, oh dik malang nian nasibku. Bapak Sokheh memberi contoh bagaimana beliau menulis kegiatan sehari – harinya dalm buku diari. Membuat suatu file dalam komputer dan banyak lagi. Sampai pada akhirnya bapak menyuruh kami membuat cerita mengenai diksar. Nah catatan ini adalah catatan untuk itu. Ayo syemangaaatt!!!
Perkuliahan yang dilakukan di SDN Tinjomoyo 2 bersama bapak sokheh selsai. Yang dapat kuingat adalah membuat laporan perjalanan diksar. Dan semoga mood ini bagus untuk membuatnya. Kami diajak keluar membawa kaleng, kapas dan spirtus. Ternyata membuat kompor. Bagaimana bisa hanya dengan kaleng , kapas dan spirtus bisa jadi sebuah kompor bahkan mematangkan makanan? Aku penasaran. Kuikuti petunjuk yang diberikan oleh Mas ardit, Mas Amsyong dan Mas Bobby ternyata tidak begitu rumit. Kaleng dibelah diambil bagian yang tertutup penuh, kemaudian dimasuki kapas dan tak lupa siram dengan spirtus secukupnya. Korek api dinyalakan di atas kaleng tersebut, jangan lupa saat menyalakan api jauhkan Spirtus yang tidak
terpakai, karena api akan mengejar spirtus tersebut dan mungkin akan berbahaya jika di sekitar perapian. Kompor pertama sudah menyala, dan untuk mematikannya pun cukup simpel. Hanya dengan menggunakan sandal yang dasarnya rata, karena kalau tidak rata udara masih dapat masuk, tetapi jika sandal yang rata akan menutup ruang gerak udara yang ada di dalam kaleng. Cukup simple memang, sekarang kami ditugasi untuk memasak bersama- sama menggunakan kompor yang telah di buat. Aku memutuskan untuk memasak nasi saja, karena kalau untuk urusan masak memasak aku tak terlalu pandai, kuserahkan pada mereka yang lebih pintar dan lebih ahli. Kami membuat nasi lontong, mie instan di rebus dan menggoreng tempe. Kegiatan masak memasak masih berlanjut sampai tak terasa matahari sudah tak terlihat lagi, langit berganti karena tak mendapat sinarnya dari matahari. Suara suara azan maghrib mulai berkumandang. Masjid yang terletang begitu dekat dengan SD seolah memanggilku untuk ikut sholat berjamaah bersama peserta lain dan warga daerah sekitar. Aku minta ijin pada peserta lain dan mengajak sulistyo untuk kemasjid bersama. Dimasjid ku melihat anak – anak desa dengan semangatnya sholat besama di masjid, mereka besholawat bersama, penuh dengan canda dan tawa. Oh masjid ini menjadi begitu hangat dimalam yang sudah mulai terasa dingin. Masjid ini terlihat begitu kokoh akan tetapi mungkin karena kurang perawatan dari warga sekitar sehingga nampak kotor dan usang.
Malam semakin larut, masakan yang kami masak pun matang. Persiapan sudah beres semua. Tinggal makan..nyam..nyamm..cacing cacing di perut sudah mulai unjuk rasa, ternyata mereka nampak protes karena belum di beri jatah makan malam. Makan malam bersama dengan posisi melingkari makanan yang bentuknya memannjang dan beralaskan daun pisang, sungguh nikmat dn mungkin tak dapat aku rasakan jika aku tak mengikuti Exsara. Tiba tiba salah seorang mas mas dengan baik hati memberi kami minum satu botol aqua, entah mengapa merasa curiga, jika air tersebut bukan air sungguhan. Pikiranu berimajinasi kalau itu air sabun, bekas cucian atau air kran yang belum di masak. Dan oh ternyata benar , air itu adalah air garam. Kami harus minum air garam itu sampai habis untuk mendapatkan air putih yang suci sesungguhnya. Ibarat ini suatu tantangan akami bersama – sama dapat menghabiskannya. Yahh winner .
Waktu semakin malam kami masuk kedalam kelas lagi. Kali ini materi di bawakan oleh Mas Ardit, Mas Lombok dan Mas Yayah materi ini mengajarkan bagaimana kami survival di alam, bagaimana bertahan hidup di alam, bagaimana menghadapi ancaman yang datang dari luar. Intinya jika kita ada ancaman dari luar kita harus menenangkan pikiran terlebih dahulu, karena dengan berpikir tenang kita tau bagaimana langkah terbaik yang harus kita ambil. Kami juga di ajarkan membuat tenda hanya dengan menggunakan dua jas hujan. Sungguh otakku benar benar menerima banyak hal baru, yang sebelumnya tak pernah aku dapatkan. Sembari mendengarkan penjelasan mas masnya kami disuguhi dengan kopi khas Exsara. Kopi ini sangat khas, saking khasnya rasanya berubah menjadi asin, mungkin mbaknya lupa menaruh garam dalam kopi ini atau memang persediaan garan yang terlalu banyak dan gula pasir yang menipis, entahlah..ternyata bukan aku saja yang merasakan keasinan ini, tiara juga merasakannnya. Kopi itu harus habis, ada ada saja ini kakaknya kami disuruh menjamah kopi panas asin.
Masih berada di dalam ruang kelas yang saat itu di masjid juga sedang ada pengajian, jadi suaranya berbarenagn dan agak kurang jelas. Kali ini materi Loyalitas di sampaikan oleh Mas Agung. Mas Agung juga merupakan orang penting di Exsara karena dia juga pernah menjadi ketua Exsara. Loyalitas merupakan suatu kesetiaan, komitmen , kesadaran ,pengaruh dan tindakan sehingga dapat tercapai suatu tujuan. Waktu semakin malam, penjelasan dari mas Agung mulai terdengan samar samar karena takku ini mungkin mulai lelah , sehingga koneksi antara mata, pendengaran dan aliran darah ke otak mulai terganggua. Kopi datang lagi, aku merupakan meja yang pertama dan paling depan, sempat ragu untuk meminumnya. Takut jikalau kopi itu terasa asin lagi, tapi ternya ini sudah kopi sungguhan. Kopi hitam manis khas Exsara yang diminum bersama sama dengan menggunakan botol bekas aqua yang di belah menjadi dua. Nikmat sekali..kafein yang terkandung di dalam kopi kembali menyadarka otakku, mata yang semula kantuk menjadi tersadar, telinga ini mulai sadar. Akhirnya jam kelas selesai. Sekitar jam setengan sebelas kami diwajibkan untuk tidur. Aku tidur di sebelah Tiara, baru sebentar aku tinggal sholat dia sudah tertidur pulas. Mungkin dia kelelahan sama sepertiku. Lampu dimatikan, kini hanya terdengar suara pak kiai yang sedang mengisi pengajian di Masjid belakang SD. Suaranya begitu jelas diiringi dengan dengan suara tetesan air langit yang tidak terlalu jelas. Juga terdengar suara langakah kaka kaka panitia yang selalu mengontrol kami apakah kami benar tertidur atau belum. Lama kelamaan suara suara itu lenyap entah kemana, dan aku mulai memasuki dunia bawah sadar dan setelah itu aku tak teringat apapun.
Mata ini terjaga, suara dari masjid yang tadi terdengar sudah tak ada. Kulihat jam yang ku kenakan di peregelanga tangan kiriku menunjukkan pukul setengah 2, ah aku lupa kalau jam jam ini bukan waktu tidurku. Jam jam malam seperti ini biasa ku habiskan untuk browshing tetapi apalah daya , semua alah komunikasi di sita. Aku juga lupa memberi kabar ibu bapakku. Ah bodohnya aku , pasti mereka khawatir. Kulihat samping kiriku terasa ada yang aneh, sepertinya tadi di sampingku Tiara, tapi kenapa ini yang ada hanya Memei? Aku bangkit dan menghitung peserta yang ada , hanya 13, lalu Tiara dimana?? Kucoba tenangkan pikiran, tak ada anak yang terbangun lagi, kucoba tuk pejamkan mata tak bisa karena memang ini bukan jam tidurku. Tiara kamu dimana? Ku coba berpikir positif, mungkin tiara pindah tempat kareana tidur di lantai dingin atau mungki tiara sedang ke kamar mandi. Ku juga mencoba membangunkan Memei, tapi mungkin dia terlalu lelah jadi tidak terbangun. Ku pejamkan mata lagi, terlihat bayang bayang pohon di luar jendela yang bergerak karena hembusan angin. Kapan aku bisa tidur? Aku tak membawa apapun yang bisa dipakai untuk
mengisi ketidakmampuan mata ini terpejam. Waktu terasa lama berputar, mengingatkanku pada kegiatan yang bersamaan dengan hari ini. Ahh sudahlah ..jarum panjang mulai menninggalkan dari angka 12, aku mulai sedikit terlelap. Tiba tiba..
Brak!! Brakk!! Brakk!! Bangun! Bangun!!!
“Bawa jas hujan, senter dan pake dresscode!!” Otak ini mencoba berpikir sekenanya, jantung berdetak lebih cepat dari biasanya karena suara yang keras dan tiba tiba. Semua peserta terlihat panik, ada yang berlari mencari perlengkapan, ada yang bingung dan lainnya. Kumpul di lapangan depan SD, hawa dingin menusuk, menembus tulang. Mata yang masih menahan kantuk di paksa untuk melihat dan bodohnya aku lupa membawa kaca mata..sudahlah setidaknya mata ini masuh mampu melihat untuk jarak beberapa meter. Semua peserta di bariskan sesuai kelompok. Kaka kaka panitia membentak kami dengan suara lantang. Ada peserta yang kaget sehingga harus minggir. Ada juga yang sesak nafas tapi ada pula yang hanya diam mengikuti intruksi. Suara kaka kakak panitia begitu menggelegar memecahkan heningnya malam di desa Tinjomoyo, entah warga sekitar terganggu atau tidak, tapi andaikan terganggu mereka pasti sudah paham. Aku disuruh keluar barisan karena tidak memakai sepatu
“hei kamu tidak pake sepatu! Baris pinggir sana!”
denagn sigap aku keluar barisan. Aaaa baru kali ini aku keluar barisan. Ternyata bukan cuma aku, Ayuria dan Ipet juga di suruh keluar barisan karena tidak memakai dresscode yang tepat. Kami kemudian juga disuruh lari mengelilingi lapangan, entah apa maksudnya. Aku lakukan saja walaupun aku juga takut menginjak sesuatu karena tak memakai kacamata , tapi aku hanya mengandalkan feeling. Berputar mengelilingi lapangan membuat hawa panas keluar dari dlam tubuh, rasa dingin yang hilang mulai mereda, tetapi gerimis juga selalu menguringi kami. Aku kembali masuk kebarisan dan kami disuruh mengenakan mantel. Jangan sampai salah bertindak atau salah bicara, karena sedikit saja salah bicara atau bertindak akanfatal akibatnya dan menjadi bahan untuk marah bagi kakak panitia. Aku hanya bisa pasrah dan menalani semampuku. Kami di bariskan satu – satu mengenakan mantel dan berjalan beriringan menuju suatu tempat yang akupun tak tau tempat itu apa. Jalan - jalan terlihat gelap hanya mendapat sinar lampu seadanya dari rumah warga, menyusri jalan yang kadang menanjak dan turun ditemani gemericik air langit yang tak bosan mengiringi. Kulihat samping kanan kiriku sepertinya hanya pohon pohon besar, melewati jembatan. Dimana ini?? Akan kemana ini?? Selama perjalanan peserta hanya terdiam , entah apa yang ada di dalam pikiran mereka, takutkah? Herankah? Atau terkejut, atau mungkin penasaran?? Entah aku pun tak tau apa yang sedang aku pikirkan saat itu. Yang aku rasakan hawa dingin yang begitu menusuk serta ku iringi membaca sholawat takutnya ada makhluk - makhluk dari dunia lain yang sedang menonton kami ingin berkenalan denganku. Kubuang jauh – jauh pikiran itu. Mencoba kembali fokus ke jalan.
“jangan ada yang melamun!!”
“jangan kosongkan pikiran!!”
“Ga usah liat kanan kiri!!”
Suara dari kakak kakak panitia itu yang senantiasa mengiringi kami. Sampailah di pinggir jalan, dimana jalan ini sudah mulai teraspal bagus tak seperti sebelumnya. Disini hanya ada penerangan dari lampu jalan besar yang letaknya juga agak jauh. Masih dengan nada keras dan tegas kakak kakak
panitia membariskan kami. Aku tak tau siapa saja kakak panitia yang bicara saat itu, karena memang cahaya yang kurang jelas serta mataku yang tak menggunakan alat bantu bernama kaca mata. Disitu kami di tanya, di bentak, di suruh berjanji, berargumen , aku tak bisa konsentrasi dengan guyuran hujan yang senantiasa mememani serta rasa dingin yang menggerogot.
“untuk apa kalian ikut diksar??!!”
“apa yang akan kalian beri pada Exsara??!!”
“Ayo jawab!!”
“kalian cape??!!”
Itulah pertanyaan yang masih tersimpan indah di memori otakku sampe sore ini. Hampir setengah jam kami berdiri dan memang di beri kesempatan duduk, namun sabar masih enggan untuk duduk. “Oh sabar ayoolaaahh..duduk” desahku dalam hati. Akhirnya ada yang menyuruh sabar untuk duduk juga. Kata kakak kakaknya ini belum seberapa dibandingkan dengan nanti saat kita menemui nyatanya secara langsung. Sayangnya saat itu tak ada pubdekdok yang mengabadikan, jadi momen itu hanya terekam indah di memori salah satu sisi otakku. Satu kata yang ingin ku ucapkan saat itu, kakak kakakku kalian hebat.
Kami kembali di bariskan memasuki daerah seperti taman. Disitu mantel sudah bisa di lepas karena memang tempatnya yang teduh. Kami disuruh melingkar, senyum mulai terlihat disini. Banyak sekali kakak kakak tingkat yang tak pernah kulihat berkumpul disini. Kami di suruh perkenalan, karena kami nantinya akan menjadi anggota baru di Exsara. Kehangatan mulai tersa disini. Canda gurau mulai ada menghilangkan rasa takut yang tadi sempat menghinggap di otakku beberapa menit yang lalu. Kakak kakak panitia mulai berkenalan. Sayangnya aku tak memakai kaca mata jadi aku tak bisa melihatnya dengan jelas wajah – wajah orang orang hebat dari Exsara..ahh mungkin belum waktunya nik.
Harum kopi merasuk kehidung dan menuju syaraf otak. Oh dik ..ini keluarga Exsara yang sesungguhnya. Keakraban, kehangatan , canda tawa dan kekonyolan yang kadang tidak penting dan mungkin takkan pernah ada di organisasi lain. Satu persatu peserta menyeruput kopi khas Exsara.. oh dik syahdu sekali..Obrolan – obrolan tak jelas dilakukan, mulai dari kakak kakak yangsudah tidak berada di kampus sampai yang masih di kampus. inilah keluarga Exsara.
Suara adzan subuh berkumandang, sudah waktunya untuk kembali. Kami berjalan bersama – sama sembari bercerita bagaimana tadi perasaannya saat di bangunkan , disuruh lari dan disuruh jalan. Aku dan memei bercerita dan kembali teringat Tiara?? Ah dimana dia ?? ada yang bilang dia diamankan oleh panitia. Syukurlah kamu masih ada Tiaraa.
Agenda di pagi yang terasa dingin ini diawali dengan senam KEMAS AHAI, jadi mengingatkanku akan kemas beberapa bulan yang lalu, masa keakraban mahasiswa sejarah. Ah lagu ini lagi. Ayoo kita bersemangat memulai hari ini. Seperti biasa jika untuk makan malam kami masak, untuk sarapan juga kami memasak lagi. Pagi ini kami memasak nasi seperti biasa, lauknya mencampur daun apa itu aku tak tau namanya dengan tempe. Sudahlahyang penting bisa untuk sarapan dan mengganjal perut. Momen sarapan berakhir sampai sekitar jam sembilan.
“Berjalan – jalan di hutan” itu kabar agenda selanjutnya. Momen ini yang aku tunggu dan memang momen ini yang membuat aku penasaran serta memutuskan diriku untuk mengikuti diksar Exsara. Ah.. namun entah mengapa mood ini mendadak berubah, tapi aku harus tetap syemangat. Menunggu giliran, kami di beri pertanyaan oleh mas Ucup dan mba Anna, aku hanya menjawab asal dan dapat giliran nomor 3. Oke siap berangkat setelah Sulistya, Tiara dan aku menyusul di belakangnya. Hape juga di bagikan katanya takut kalau nanti ada yang tersesat bisa langsung menghubungi. Kulangkahkan kaki meninggalkan are SD Tinjomoyo. Pesan mba Juniar “kamu jalan lurus aja dik”. Kuikuti petunjuk dari mba Juniar, ternyata jalan ini jalan yang kulalui tadi malam. Di pertigaan setelah Kuburan terdapat Mas Riwan, Mas Mua dan Mba Eni mereka dengan setia menungguku. Ini bukan pos pertama tapi pos pemanasan. Disini aku dituntut untuk menunjukan bakat, tetapi sayang mereka tak beruntung karena aku tak memiliki bakat yang mereka harapkan. Dan akhirnya aku hanya menyanyi dengan suara yang seadanya dan mungkin bukan hanya mengganggu manusia yang hidup tetapi juga mengganggu makhluk makhluk lain yang tak terlihat.
Aku lolos dan mereka mengarahkan ku untuk lurus terus mengikuti jalan. Aku mulai memasuki hutan, sepi tak ada siapapun, berpapasan dengan motor itupun hanya sekali. Aku sekarang benar benar sendirian di dalam hutan. Kunikmati jalan jalan tanah yang tak beraspal itu, benar – benar hutan, jalan naik dan turun sampailah di pos 1 yaitu pos “kepemimpinan”. Di pos 1 ini otakku dipaksa untuk berpikir kembali mengenai apa itu kepemimpinan dan hasilnya nihil, aku tak tau. Tapi mba Rosa dan Mba Hutri yang baik mau membagikan sedikit ilmunya untukku mengenai kepemimpinan. Akhirnya aku mulai paham. Aku masih harus berjalan lagi, amun kini tak sendiri ada nyamuk –nyamuk yang senantiasa menemaniku. Terimakasih nyamuk.
Sampai di pos 2 aku bertemu dengan mba Hilda dan Mbak Ofa. Loyalitas ? Aku kembali mengingat materi yang di sampaikan oleh Mas Agung semalam, ternyata otakku belum terlalu parah untuk mengingat apa itu Loyalitas. Yang aku pahami dan aku mengrti loyalitas itu ibarat suatu komitmen , kesetiaan dan untuk membentuk suatu komitmen kesetiaan itu kita membutuhkan cinta, karena dengan cinta semua akn terasa indah..oh dik. Seperti cinta yang aku lihat dari kakak kakak panitia terhadap exsara ini, mana mungkin Exsara akan bertahan jika tidak ada cinta dari orang – orang yang ada di dalamnya. Ah , itu loyalitas menurut maba yang masih berumur jagung dan belum lama berkenalan dengan Exsara. Aku dipersilahkan melanjutkan ke pos selanjutnya dengan syarat meneriakkan jargon Exsara sebanyak tiga kali.
“EXSARA”
“SUEGERE!!”
Sebanyak tiga kali kuteriakkan jargon itu sembari menuruni jalan. Otakku kembali berimajinasi liar, jikalau aku sedang shoting my TrIp My Adventure..sungguh aku ingin sebebas ini.
Pos 3 sudah menanti, pos ini berjudul CINTA TANAH AIR. Apalagi ini? Ada Mas Boby dan Mas Yahya meminta menunjukkan contoh real dari cinta tanah air, aku bergegas memungut sampah yang ada di sekita. Tapi mereka masih belum mau menerima itu, sedikit aku berargumen “apa ya aku harus cium tanah dan mencium pohon atau batu untuk menunjukkan rasa cinta itu?” aku tetap mengelak karena bukan dengan itu kita menunjukkan rasa cinta tanah air, dengan memasukinya aku kedalam hutan ini itu juga sudah termasuk rasa cinta tanah air bukan?. Ah akhirnya aku menyerah, aku memeluk pohon, sat aku ingat itu terlihat konyol sekali. Ya sudah kulanjutkan perjalananku kembali.
Menuju pos 4 aku bingung mau jalan yang mana, karena ada 3 belokan. Rada sempet galau juga mau milih yang mana , tik tok..feeling mengatakan lurus. Oke aku lurus, jalan semakin licin hampir – hampir aku terjatuh tapi raga ini masih seimbang untuk menopangnya, jadi tidak terlalu oleng. Di pos 4 Mba Caca dan mba intan dengan setia menungguku, disini aku bermain game. Ahh otakku berpikir lagi, hampir setengah jam otakku berpikir keras tapi msih belum menemukan jawaban. Memang payah otakku ini, tak ahli dalam bermain strategi. Bendera putih ku lambaikan pada mba Caca, aku di kasih kuncinya dan dengan sigap ku lanjutkan.
Empat pos sudah kulalui, pos terakhir adalah pos evaluasi. Katanya di sana ada kakak kakak panitia yang sudah senior. Akan dapat pertanyaan apa aku yah? Entahlah. Kususuri jalan yang berlumpur dan sampai dipertigaan. Antara kekanan atau kekiri? kebaikan atau kejahatan? Surga atau neraka? Ah main feeling lagi. Aku mncoba kekiri, dan ternyata kembali ke jalan pertama tadi. Tapi disini tidak ada orang. Karena alasan mencari aman dan daripada aku tersesat ga jelas lebih baik aku kembali ke SD, baru sampai tepi kuburan aku ditanya mas Lombok.
“mau kemana? Yang lain mana? Emang udah selesai?”
“udah, mau balik ke SD”. Jawabku santai
Baru sampai pos kamling ada mbak mbak nelfon dan bilang “dik, kamu dari pertigaan yang deket kuburan lurus terus ya, jangan pulang ke SD dulu!”
“ealah mba aku udah sampe pos kamling, berarti aku balik lagi ini?”
“iya dik, balik lagi”.
Hoalah malang nian nasibku, ga nyasar tapi malah bolak balik. Ternyata harusnya tadi di pertigaan ada Mas Riwan yang menjaga, tetapi karena memi tersesat pos itu kosong, dan jadi aku yang tersesat. Kususuri setapak demi setapak dan ketemu mas lombok lagi, aku diantar sampai pos terakhir Evaluasi.
Pos Evaluasi, pos terkhir dan menyadarkan arti diksar. Awalnya aku dievaluasi sama mas MUA, tapi entah mengapa katanya aku harus dievaluasi khusus, bergantilah dengan mas Budiono. Mas Budiono meminta aku menceritakan bagaimana diksar itu, mulai dari TM sampai selesai. Tak terasa evaluasi ku oleh mas Budiono sangat lama. Aku bercerita mulai dari awal kegalauan ikut diksar sampai kenapa tadi pagi dibangunin. Mas Budiono tanya
“jadi manfaat diksar itu apa?”
“ga ada mas, untuk saat sekarang ini ya ga ada.”
“jadi diksar itu ga penting?”
“ ya bukan ga penting, untuk sekarang dan saat ini ya memang belum keliatan, tapi kan kepakenya nanti pas kita bener bener terjun di kehidupan nyata”
“dasar kamu memang”. Mas budiono geleng geleng.
Banyak sekali ilmu yang aku dapat setelah evaluasi itu.
Siang setelah dhuhur sudah tidak ada agenda, aku memanjakan diriku dengan tertidur di masjid, sungguh pulas dan nikmat sekali.
Langit sore di tinjomoyo, memulai lagi dengan perkenalan. Kali ini ada kakak senior bernama kak Winarso, aku jadi teringat ada sebuah nama Fb bernama Prov. Winarso Spf. Dulu aku mengira orang yang memiliki Fb ini adalah seorang profesor tetapi ternyata belum. Kami berkenalan satu persatu, menyebutkan nama dan asal. Namun harus terputus oleh adzan magrib.
Makan malam bersama, dan untunglah tiidak ada acara masak – masak lagi. Kali ini yang menyiapkan panitia. Kami hanya tinggal menunggu. Saat makan tiba kami bersama – sama menikmati nasi diatas daun alakadarnya tapi luar biasa nikmat. Krena buka sekedar rasa yang kira cari, tapi kebersamaan. Terimaksih exsara.
Sarasehan bersama Prov. Winarso Spf dilanjutkan. Lagi lagi berkenalan, tapi kali ini ditambahkan dengan divisi apa yang diinginkan di Exsara. Aku tak tau, karena aku masih belum ada kemantapan untuk masuk kedivisi manapun, mungkin aku lebih melirik divisi rajawali, karena akan berjalan – jalan terus. Sarasehan ini detemani dengan kopi dan kopi lagi, tapi itulah ciri khas Exsara. Kopi Manis Exsara. Bernyanyi nyanyi lagu Exsara dan ternyata banyak yang tak hafal termasuk aku.
Subuh yang kedua di Tinjomoyo, langit masih tampak gelap. Ada sinar sedikit di arah timur memulailah kami dengan senam kemas seperti kemarin. Keringat mulai bercucur keluar dari raga ini, kami digiring untuk mandi bersama. Ah mandi di sungai dan badan ini harus basah seluruhnya. Arus yang deras membuat badan ini terasa semakin menggigil, tapi begitu nikmat. Dan memang baru kali ini aku bisa mandi di sungai. Ternyata mandi di sungai membuat perut menjadi lapar.
Masih ada satu prosesi lagi ternyata, upacara penutupan. Dan pasti upacara yang aneh lgi terjadi, dan memang benar. Upacara di Exsara berlangsung khidmat penuh dengan canda tawa. Prosesi terakhir dilanjutkan dengan penyiraman. Disiram air yang berbaur dengan rumput – rumput..oh dik syahdu sekali..
Diksar exsara selesai, perjalanan pulang bersama sama diiringi dengan musik dan mengambil beberapa rambutan. Aku ,memei, Tiara, Mas MUA ,Mba Caca, Ipet dan Ghani dapet rambutan Gratis.
Terimakasih Exsara..inspirasi mengingat diksar Exsara di bawah pohon blimbing wulung sangat luar biasa. Dan saya meyakini bahwa pendidikan dasar itu memang tidak penting, yang penting adalah sejarah yang pernah kita buat bahwa ini awal kebersamaan kita dengan Exsara. Kebersamaan dan kekeluargaan.
Hari mulai hampir pagi, masih teringat tugas dari bapak Sokheh dua hari yang lalu. Iya tugas menulis catatan yang belum sempat kujamah samapai tengah larut malam ini. Maaf bapak bukan maksudku untuk melupaknnya, akan tetapi rasa malas selalu membunuhku, saat tangan ini harus mulai tergerak merangkai huruf huruf itu, untuk sekedar menulisakan cerita rasanya berat dan enggan sekali. Sudah kubuat rencana untuk menulis, mulai dari saat pulang diksar dengan berniat menulis malam harinya sampai tadi aku berencana ke tempat favorit di bawah pohon belimbing, tetapi karena cuaca yang kurang mendukung akhirnya berpindah tempat ke tempat penyedia hostpot tercepat kedua di UNNES. Ya di tempat ini awalnya berniat akan menulis, akan tetapi karena internet “connected” dan prosses loading yang cepat, rasanya sayang jika membiarkan sinyal – sinyal WiFi itu terbuang mubazir. Akhirnya menulis catatanpun tertunda lagi, asyik berselancar di dunia Facebook, google, Twitter, blog serta Youtube dan masih banyak kawan – kawan lainnya. Angin dingin terhembus menusuk tulang dan mengingatkan otakku akan tugas bapak sokheh. Ya karena memang sudah cukup larut, kuputuskan untuk pulang. Jam telah menunujukaan waktu dini hari, tetapi spertinya otak ini mulai tertarik untuk mengingat kegiatan yang berlangsung hampr 3 hari 2 malam. Suatu kegiatan yang di sebut dengan “DIKSAR” atau sering kali mas Ahong menyebutnya “PEDAS” sama sebenarnya, hanya beda letak penyingkatannya. Diksar yaitu pendidikan dasar yang menurut mas Budiono merupakan suatu kegiatan membekali (pengetahuan) bagi anggota Exsara baru yang insyaalloh berguna di dalam Exsara dan di luar Exsara. Kegiatan ini merupakan salah satu persyaratan agar dapat menjadi anggota Exsara. Jujur sebenarnya aku tak terlalu mencari bagaimana nantinya aku ikut kedalam kepengurusan atau tidak, aku lebih tertarik untuk mengikuti kegiatanya, karena sudah yang kedua kalinya ini aku mengikuti kegiatan Exsara, dari yang pertama mendaki ke puncak Ungaran bertepatan dengan HUT Exsara yang kelima dan yang ini bertepatan dengan diksar. Awalnya aku tidak terlalu tertarik untuk mengikuti diksar, tetapi setelah aku tanya tanya pada kaka tingkat tentang apa itu diksar, bagaimana nantinya dan seperti apa , aku mulai tertarik.
“Diksar itu ya nanti kamu dilepas di hutan malem - malem, lewat kuburan terus jalan sendirian” kata mba dita yang merupakan salah satu anggota exsara dulunya. Wah sepertinya asyik pikirku.
Sebelumnya juga mba Juniar bilang pas di depan C2 “dik, kamu ikut diksar ya” otakku masih mikir antara iya atau tidak. Hari selanjutnya pas di jalan juga berpapasan mas MUA yang nama aslinya Muhammad Ulil Albab tapi sering di singkat namanya MUA, ya karena namanya kalau ga disingkat terlalu panjang dan bikin sempit seperti orangnya, dia juga bilang “eh dik kamu ikut diksar ya” hanya ku jawab dengan senyum khas polos “nyengir” aja. Pertanyaan mereka membuat otakku ini yang memang tidak seimbang untuk berpikir menjadi berpikir, karena setelah aku tahu harinya itu berbenturan dengan kegiatan lain. ” Aaaaku bingung”
Otak ini berpikir keras mencoba mencari pencerahan, karena aku menginginkan untuk ikut dua kegiatan itu, tapi apalah daya badan ini hanya ada satu. Mungkin aku perlu meminjam jurus Kegenbushin no Jutsu milik Narutto agar aku dapat berada di dua tempat secara bersamaan atau aku memeinjam pintu kemana saja dari kantong ajaib Doraemon, jadi aku bisa dengan mudah berpindah tempat dalam waktu yang singkat. Atau mesin waktu milik doraemon agar aku bisa melihat bagaimana kegiatan itu nantinya.
“Aku galau mas” ceritaku melalui sosmed pada ketua suatu organisasi yang aku ikuti.
“haha bocah kaya koe bisa galau” jawabnya singkat
“dilema, aku pengin ikut kongres, tapi aku juga pengin belajar di alam . aku pengin menyeimbangkan otak ini, aku juga sudah bilang ikut, gimana ini?”
“kalem wae, Yo dua duanya juga sama sama penting. Ya wis melu nganah ra papa”
“ Oke deh”
Walaupun masih ada sedikit kegalauan tapi karena sudah mendapat persetujuan dari ketua dari salah satu organisasi , otak ini mulai merasa tenang.
Kini yang jadi masalah aku belum mempersiapkan perlengkapan apapun untuk diksar itu, setelah TM aku belum sempat memikirkannya, karena ada suatu agenda lain yang harus aku ikuti. Ah lelah sekali rasanya. Ku tanyakan pada Ghanni anak rombel 1, dimana ia menjadi satu kelompok denganku.
“Ghan, aku dapat jatah perlengkapan kelompok apa aja sekalian perlengkapan individu aku juga minta” sebenernya pas TM aku sudah menulisnya di Hape, tetapi karena kecerobohan dan keteledooranku tulisan itu raib tak berbekas entah kemana.
Ghani kemudian memberi tau semuanya. Ku cari semua perlengkapan itu, mulai dari mie instani sampe jajan jajan untuk cemilan di toko AlFath.
Sabtu pagi tepatnya jam 05.00 kusudah terbangun, enggan rasanya beranjak dari tempat tidur yang ala kadarnya anak kos tetapi merupakan tempat ternyaman untuk melarikan diri dari kepenatan yang ada di kampus. Ah andaikan setelah sholat subuh ini aku bisa melanjutkan tidur panjangku, dunia seolah milikku. Aku melanjutkan dengan packing yang semalam baru setengah jadi, oh panci jangan lupa aku bawa.
Menjelang jam tujuh langit mendung seolah tak merestui aku beranjak pergi keluar dari kosan, gerimis rintik pun turun. “ah hujan” runtuhku. Tapi tekadku untuk mengikuti diksar hari ini sudah bulat, aku harus ikut diksar. Ku langkahkan kaki memasuki pelataran kampus C2 dimana gedung itu menjadi tempat aku berproses yang sudah terlalui satu semester ini. Tempat untuk berkumpul yang sesungu nya ad di depan PKM FIS. Disana kuliat sudah ada beberapa peserta dan panitia. Ada sabar, Ghani dan beberapa peserta lain yang aku belum tau namanya.
Waktu menunjukkan semakin siang. Peserta dan panitia juga sudah lengkap nampaknya. Kami di bariskan di samping c7 sayap kanan. Dimulai dengan upacara pembukaan yang seenarnya bisa khidmat , namun karena rasa kekeluargaan yang sangat mendalam di Exsara jadi upacara tersebut menjadi tempat mengungkapkan tawa bersama – sama, dimana tak akan ada upacara pembuakaan sebahagia ini di tempat lain dan itu hanya ada di Exsara. Dimulai dari absen dan perkenalan diri, ternyata banyak yang tidak berangkat, sehingga terjadi perubahan akelompok. Aku menjadi satu kelompok dengan Sabar dan Widya.
Panas matahari mulai tersa menghangatkan kulit, matahari yang sedari pagi terhalang oleh awan mendung kini mulai menampakka wajahnya “hangat” sehangat keluarga Exsara ini.
Kelompokku mendapat giliran pertama untuk berangkat, karena berhasil menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Mas Ucup. Sebelum berangkat di beri arahan dulu oleh mas MUA, jujur aku tak paham arahan yang diberikan mas MUA, tapi kami Aku, Widya dan sabar mencoba untuk paham.
Perjalanan di mulai dari keluar lingkungan FIS memasuki kawasan FIK dan menuju jalan di antara rusun, sempat bingung juga karena tidak ada tanda apapun, tetapi memang mata kami yang kurang jeli, tanda itu ada di bagian atas. Menyusuri jalan belakang FIK yang ternyata tak semulus yang aku bayangkan. Awalnya memang terlihat asyik melewati rumah – rumah penduduk tapi sampainya di suatu turunan yang benar benar tajam dan itu berkelok, mungkin kalau aku guling guling akan cepat sampai ke bawah. Atau jika aku mempunyai roda aku meluncur saja sepertinya terasa lebih nikmat..ahh kaki ini terasa lelah menahan tekanan dari belakang agar kami tak terperosok ke depan ditambah lagi dengan beban yang ada di tas serta bahan bahan perlengkapan kelompok yang kami bawa membuat kaki ini menjadi rem yang lebih ekstra. Keringat mulai bercucuran membuat baju ini sedikit basah, nafas juga mulai terengah dan terasa berat. Istirahatlah kami di tepi jalan, air putih yang masuk ke dalam kerongkongan menysuri rongga dada seolah memberi ruang udara baru untuk bernafas lebih tenang. Kami harus tetap melanjutkan perjalanan karena ini baru awal, masa baru beberapa meter saja sudah menyerah. Diiringi dengan obrolan obrolan ringan antara aku, Sabar dan Widya membuat kami tak sadar telah sampai di suatu jembatan. Jembatan ini indah ,raga bangunannya yang terlihat kokoh di atas aliran sungai yang tak terlalu deras, serta banyaknya motor yang berlalu lalang menunjukkan betapa penting dan bermanfatnya jembatan ini. Ku sempatkan untuk mengambil foto di sini.
Saat sedanga berpose mengambil gambar di alam yang begitu indah ini ternya di belakang kelompok dua sudah menyusul. Ah kami harus bergerrak cepat. Sampailah di Pos 1, disitu terdapat Mas Bobby dan Mbak Hilda. Istirahat sejenak untuk merenggangkan otot – otot kaki yang sedari tadi mungki lelah untuk menyusuri jalan yang lumayan menguras tenaga.
Perjalanan harus tetap berlanjut, setelah melalui hutan yang kecil terdapat rumah penduduk. Tak kubayangkan jika aku tinggal di daerah ini atau indekost di sini , sepertinya aku akan
malas berangkat ke kampus jika melalui jalur yang tadi, untuk turun saja susah bukan main apalagi naik dan jalan kaki. Karena track jalan yang terus menanjak membuat kami cepat lelah. Muka Widya sudah memerah, aku takut terjadi apa apa dengannya. Kamipun berjalan perlahan lahan. Sampai di atas puncak pertigaan suatu jalan disitu bertemu dengan mas Ucup dan Mas Lombok, kami disuruh beritirahat sejenak. Duduk di tepi jalan dengan kaki terselonjor ke depan membuat badan ini terasa lebih baik. Hanya minum air putih sudah cukup menyegarkan dan membasahi kerongkongan yang mulai mengering. Bebarapa menit berlalu, sepertinya tenaga dalam diri kami mulai terisi kembali. Mencoba berdiri dan kembali berjalan lagi. Sampailah di sebuah sungai, sungai itu terlihat damai dengan alirannya, tak tega aku mengusik dengan melaui diantara celahnya. Arus yang begitu kuat tapi indah dengan gemerincingnya, air sungai itu mengalir dengan bebasnya mengikuti arus yang entah nantinya berujung dimana. Kami mulai bersiap untuk menyebrang, dasr sungai yang terdiri dari batu batuan yang licin serta arus yang begitu kuat membuat badan ku, sabar dan Widya sedikit oleng. Tenyata tak semudah yang ku bayangkan untuk melewati sungai yang terlihat hanya memiliki lebar beberapa meter, tetapi memerlukan suatu konsentrasi khusus melewatinya. Lengah sedikit saja sudah pasti terjatuh dan mungkin bisa terbawa arus. Untung ada Mas Budiono, Mas Ucup, Mas lombok dan mas Amsyong yang dengan sigap membantu kami.
Sungai terlewati sudah, ada rasa kepuasan tersendiri akhirnya bisa menaklukkan sungai itu. Kini tinggal melalui perswahan, jalan yang tidak kering membuat kami harus berhati hati dan melihat kanan kiri. Berhenti lagi di suatu gubuk dekat persawahan, disitu terdapat kaka panitia yang aku lupa namanya. Namun kami harus tetap melanjutkan perjalanan lagi, karena kata mbaknya perjalanan masih setengahnya. Oh dik..semangat ya ! Sawah sawah dan ladang milik petani, serta tak luput juga sungai yang tadi kami lewati terlihat begitu sedap di pandang mata. Dalam hari ku berucap “subhanalloh sungguh indah sekali ciptaanMu ya Alloh” terkesan sepele memang, tapi moment seperti ini sangat jarang saat kita sedang aktif di bangku perkuliahan. Mungkin masih dapat menikmati sat hari sabtu atau minggu, tetapi itu tak sepuas ini, dimana waktu di penghujung semester ini sudah tidak memiliki beban tugas apapun dan tak ada ujian . Yah bebas, sebebas otakku saat ini.
Di gubuk yang kedua terdapat mas Zaini dan Mba Mae, disitu aku, sabar dan widya beristirahat lagi. Obrolan obrolan ringan kami utarakan, Kopi yang di buat mba Mae menjadi
pelengkap istirahat siang itu. Terlihat begitu menggoda kepulan asap yang mengudara dari wadah kopi, wadah yang hanya terbuat dari botol aqua bekas sehingga terkesan sangat seadanya. Kuseruput kopi itu, rasa manis menyerap dilidah merambat keotak dan mungkin karena kandungan cafein yang ada di kopi membuat otakku terasa terbang. Sungguh nikmat kopi ini, ada essensi yang berbeda saat meminum kopi ini karena hanya satu gelas dan di minum untuk bersama sama. Oh sungguh terasa kehangatan keluarga Exsara ini. Aku meminta satu gelas untuk ku bawa melanjutkan perjalanan.
Sampai di pos selanjutnya ada mas Riwan dan mba hutri. Di pos itu kami hanya lewat, kami berjalan berbarengan dengan kelompok dua. Disekeliling jalan terdapat pohin jagung dan pohon ketela, ah otakku mulai kriminal..aku berpikir bagaimana jika jagung ini kita ambil lalu kita bakar nanti malam, atau ketela ketela ini kita panen dan malamnya kita bakar, kan sepertinya nikmat tuh malem malem minum kopi sambil makan bakar jagung atau ketela. Stop! Kami bingung di pertigaan mau ke arah mana. Ada arah penunjuk jalan tetapi arah itu rancu, karena mungkin kertasnya yang tidak kokoh jadi dapat ke arah kiri, kanan atau bahkan lurus. Kupanggil dengan suara lantang Mas Ucup, diapun datang dengan sigap sembari menghisap rokok kesayangannya dan memberi pencerahan kepada kami. Kami berjalan beriringan lagi, melewati rumah penduduk lagi. Melalui jalan yang sepertinya sudah di lewati, tapi entahlah mungkin ini hanya feelingku saja.
Sampai di jembatan kedua, dimana kata mas ucup jika sudah melalui jembatan ini kami sudah sampai di desa tinjomoyo. Karena jembatan yang indah ini tak kalah indah dengan jembatan yang pertama di lalui, jembatan ini tampak lebih kokoh dari yang tadi. Kami tergoda dengan pemandangan alam sekitarnya yang sangat menawan. Foto tak pernah lupa ku ambil.
Sampailah di sebuah desa kecil, tepatnya sebuah SD bernama SDN 2 Tinjomoyo. SD itu terlihat sepi , hanya ada panitia diksar dan peserta yang baru datang membawa muka muka lelah. Ku hempaskan badan ini di lantai keramik SD yang berwarna abu abu kehitaman, rasa dingin lantai menyejukkan raga yang yang lelah melewati sawah, hutan, rumah penduduk serta sungai. Sembari
menunggu peserta lain yang mulai sampai satu persatu aku melihat ada dua sosok anak kecil, kudekati dan kutanyakan nama mereka. Satu bernama Indah dan satu lagi bernama Putri. Dari mereka aku bertanya mengenai desa Tinjomoyo ini. Kata Indah desa Tinjomoyo ini berada di sekeliling hutan. Jujur aku masih belum paham mengenai keberadaan desa Tinjomoyo, desa ini tak masuk dalam peta otakku, atau mungkin otakku ini yang tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk mencari keberadaan desa Tinjomoyo. Mengutip dari Indah yang sekarang duduk di kelas IV SD Tinjomoyo ini dia mendapat rangking 4, awalnya aku kagum ternyata dia pintar. Tetapi ternyata rangking 4 itu diambil dari jumlah 10 siswa yang ada di kelas 4. Dan ternyata tidak hanya kelas 4 saja yang mempunyai jumlah yang memilukan, tetapi kelas kelas yang lain juga. Tiap kelas siswanya tidak mencapai 20 anak. Jadi kelas sebesar itu saat pelajarn hanya akan terisi oleh bebrapa anak saja, dan bangku bangku yang kosong akan menjadi saksi perjuangan belajar dari anak anak tersebut. Hatiku merasa terenyuh mendengarnya, aku mulai berfikir mungkin karena letaknya yang jauh dari pedalaman atau karena jumlah penduduk yang sedikit, entahlah. Yang jelas aku melihat SD ini begitu tenang dengan adanya rumput hijau di depan lapangan yang terlihat basah karena mungkin sebelumnya telah terguyur hujan. Segar sekali mata ini menatapnya.
Peserta peserta lain mulai berdatangan dan sepertinya sudah mulai lengkap. Setelah perjalanan hampir 3 jam kami diberi waktu istirahat sampai jam 1.
Aku , Widya dan Sabar saat memasuki SD
Sebelum jam menunjukkan pukul satu aku bergegas untuk mencuci celana ku yang kotor dan basah, tapi ternyata air di kamar mandi belum menyala , ya sudahlah aku mengajak mba melly untuk mencuci di sungai. Tapi ternyata malah banyak yang ingin mencuci juga, kami peserta diksar beramai ramai ke sungai. Air sungai terasa dingin dan dengan arusnya membersihkan kotoran kotoran yang melakat pada celana ku. Baru kali ini aku mencuci di sungai, pernah mencebur kesungai itupun karena refting di Banjarnegara. Yah kami di suruh cepat cepat ke agenda selanjutnya, yaitu makan siang tapi aku minta ijin untuk sholat terlebih dahulu.
Makan siang bersama dan perdana kumpul bareng antara panitia dan peserta. Peserta yang jumlahnya hanya 14 orang, malahan lebih banyak panitianya. Makan siang ini terasa begitu nikmat walaupun agak tertunda karena menunggu beberapa peserta yang masih mandi. Terasa nikmat mungkin karena rasa demonstrai dari para cacing cacing penghuni perut yang mulai tak tahan dan mulai merasa lelah sehingga membutuhkan subsidi karbohidrat lebih banyak. Minumnya pun hanya tersedia satu botol dan kami harus berbagi, disinilah rasa kebersamaan itu ada.
Perut sudah terasa penuh sesak makanan yang barusan terisi. Kami digiring memasuki ruangan kelas. Otakku seketika berputar mengingat kenangan masa masa aku duduk di bangku SD. Dulu aku duduk di bangku bangku itu, dengan papan tulis yang masih mengenakan kapur. Masih senang bermain dan bermain. Ahh itu sudah berlalu 7 tahun yang lalu. Kini di depan ku terdapat dua sosok yang asing bagiku, mereka terlihat begitu serasi walaupun sama sama cowo. Menurut sie acara mereka akan membawakan materi mengenai Exsara, asal mula Exsara, sejarah exsara dan semuanya tentang Exsara. “Siapa mereka? “ tanyaku dalam hati. Aku tak pernah melihat mereka berkeliaran di sudut- sudut C2 ataupun di kampus. Rasa penasaranku terjawab seketika setelah mereka memperkenalkan diri, yang pertama bernama Ahmad Dwi Afrianto asli semarang malah buka kos kosan di daerah Banaran. Tapi sering di panggil dengan nama beken “mas Ahong” oh ya pantas, mungkin karena matanya yang sipit itu membuat mas satu ini di panggil mas Ahong. Kemudian yang satu lagi ada Mas Knthut Irama. Seketika aku heran, itu nama asli atau nama beken? Tapi ternyata itu memang nama aslinya. Boleh juga ini namanya, kentut yang berirama. Ternyata mereka berdua merupakan kaka semester 7 jadi wajar kalau aku jarang melihatnya dan mereka juga merupakan bagian orang orang penting dari Exsara. Karena mas Ahong sendiri pernah menjabat menjadi ketua ke IV di Exsara. Mulaillah mas Ahong menjelaskan mengenai Exsara mulai dari asal mula, pendirian , bagian bagian divisi sampai kegiatan yang pernah dilakukan di Exsara. Aku merasa mendapat sesuatau yang baru, aku merasa sedikit lebih tau tenyang Exsara. Materi dari mas ahing dan Mas Ken (lebih keren kalu di panggil mas Ken) selesai. Kami bisa melanjutkan sholat ashar.
Pemateri mengenai Exsara
Masuk kembali ke dalam kelas , kali ini materi di isi salah satu dosen dari sejarah. Bapak Sokheh namanya. Beliau merupakan salah satu dosen yang luar biasa karena sudah menerbitkan banyak buku, selain itu juga kemarin sempat masuk Koran Sindo karena karyanya yang luar biasa. Bapak Sokheh menjelaskan mengenai bagaimana kita menulis, menulis dengan baik. Karena kita sebagai anak sejarah harus mempunyai tulisan. Dengan adanya tulisan menunjukkan bahwa kita mempunyai sejarah. Bapak Sokheh juga mengajarkan bahwa belajar sejarah itu tidak membosan kan , belajar sejarah itu menyenangkan. Seperti sore ini bapak sokheh sebelum masuk kedalam materi pembelajaran, beliau melakukan pemanasan otak otak kami dahulu. Denagn bermain game yang sebenarnya cukup sederhana. Tapi mungkin karena kapasitas otakku yang kurang memadai atau jika diibaratkan dengan komputer yang lain sudah memakai windows Xp tapi aku masih memakai pentium IV, betapa lemotnya otak ini (emot sedih) . Game di mulai. Dan aku disuruh untuk menjawab, dan benarkan jawabanku benar tapi salah, respon otak cepat tapi kurang tepak, oh dik malang nian nasibku. Bapak Sokheh memberi contoh bagaimana beliau menulis kegiatan sehari – harinya dalm buku diari. Membuat suatu file dalam komputer dan banyak lagi. Sampai pada akhirnya bapak menyuruh kami membuat cerita mengenai diksar. Nah catatan ini adalah catatan untuk itu. Ayo syemangaaatt!!!
Perkuliahan yang dilakukan di SDN Tinjomoyo 2 bersama bapak sokheh selsai. Yang dapat kuingat adalah membuat laporan perjalanan diksar. Dan semoga mood ini bagus untuk membuatnya. Kami diajak keluar membawa kaleng, kapas dan spirtus. Ternyata membuat kompor. Bagaimana bisa hanya dengan kaleng , kapas dan spirtus bisa jadi sebuah kompor bahkan mematangkan makanan? Aku penasaran. Kuikuti petunjuk yang diberikan oleh Mas ardit, Mas Amsyong dan Mas Bobby ternyata tidak begitu rumit. Kaleng dibelah diambil bagian yang tertutup penuh, kemaudian dimasuki kapas dan tak lupa siram dengan spirtus secukupnya. Korek api dinyalakan di atas kaleng tersebut, jangan lupa saat menyalakan api jauhkan Spirtus yang tidak
terpakai, karena api akan mengejar spirtus tersebut dan mungkin akan berbahaya jika di sekitar perapian. Kompor pertama sudah menyala, dan untuk mematikannya pun cukup simpel. Hanya dengan menggunakan sandal yang dasarnya rata, karena kalau tidak rata udara masih dapat masuk, tetapi jika sandal yang rata akan menutup ruang gerak udara yang ada di dalam kaleng. Cukup simple memang, sekarang kami ditugasi untuk memasak bersama- sama menggunakan kompor yang telah di buat. Aku memutuskan untuk memasak nasi saja, karena kalau untuk urusan masak memasak aku tak terlalu pandai, kuserahkan pada mereka yang lebih pintar dan lebih ahli. Kami membuat nasi lontong, mie instan di rebus dan menggoreng tempe. Kegiatan masak memasak masih berlanjut sampai tak terasa matahari sudah tak terlihat lagi, langit berganti karena tak mendapat sinarnya dari matahari. Suara suara azan maghrib mulai berkumandang. Masjid yang terletang begitu dekat dengan SD seolah memanggilku untuk ikut sholat berjamaah bersama peserta lain dan warga daerah sekitar. Aku minta ijin pada peserta lain dan mengajak sulistyo untuk kemasjid bersama. Dimasjid ku melihat anak – anak desa dengan semangatnya sholat besama di masjid, mereka besholawat bersama, penuh dengan canda dan tawa. Oh masjid ini menjadi begitu hangat dimalam yang sudah mulai terasa dingin. Masjid ini terlihat begitu kokoh akan tetapi mungkin karena kurang perawatan dari warga sekitar sehingga nampak kotor dan usang.
Malam semakin larut, masakan yang kami masak pun matang. Persiapan sudah beres semua. Tinggal makan..nyam..nyamm..cacing cacing di perut sudah mulai unjuk rasa, ternyata mereka nampak protes karena belum di beri jatah makan malam. Makan malam bersama dengan posisi melingkari makanan yang bentuknya memannjang dan beralaskan daun pisang, sungguh nikmat dn mungkin tak dapat aku rasakan jika aku tak mengikuti Exsara. Tiba tiba salah seorang mas mas dengan baik hati memberi kami minum satu botol aqua, entah mengapa merasa curiga, jika air tersebut bukan air sungguhan. Pikiranu berimajinasi kalau itu air sabun, bekas cucian atau air kran yang belum di masak. Dan oh ternyata benar , air itu adalah air garam. Kami harus minum air garam itu sampai habis untuk mendapatkan air putih yang suci sesungguhnya. Ibarat ini suatu tantangan akami bersama – sama dapat menghabiskannya. Yahh winner .
Waktu semakin malam kami masuk kedalam kelas lagi. Kali ini materi di bawakan oleh Mas Ardit, Mas Lombok dan Mas Yayah materi ini mengajarkan bagaimana kami survival di alam, bagaimana bertahan hidup di alam, bagaimana menghadapi ancaman yang datang dari luar. Intinya jika kita ada ancaman dari luar kita harus menenangkan pikiran terlebih dahulu, karena dengan berpikir tenang kita tau bagaimana langkah terbaik yang harus kita ambil. Kami juga di ajarkan membuat tenda hanya dengan menggunakan dua jas hujan. Sungguh otakku benar benar menerima banyak hal baru, yang sebelumnya tak pernah aku dapatkan. Sembari mendengarkan penjelasan mas masnya kami disuguhi dengan kopi khas Exsara. Kopi ini sangat khas, saking khasnya rasanya berubah menjadi asin, mungkin mbaknya lupa menaruh garam dalam kopi ini atau memang persediaan garan yang terlalu banyak dan gula pasir yang menipis, entahlah..ternyata bukan aku saja yang merasakan keasinan ini, tiara juga merasakannnya. Kopi itu harus habis, ada ada saja ini kakaknya kami disuruh menjamah kopi panas asin.
Masih berada di dalam ruang kelas yang saat itu di masjid juga sedang ada pengajian, jadi suaranya berbarenagn dan agak kurang jelas. Kali ini materi Loyalitas di sampaikan oleh Mas Agung. Mas Agung juga merupakan orang penting di Exsara karena dia juga pernah menjadi ketua Exsara. Loyalitas merupakan suatu kesetiaan, komitmen , kesadaran ,pengaruh dan tindakan sehingga dapat tercapai suatu tujuan. Waktu semakin malam, penjelasan dari mas Agung mulai terdengan samar samar karena takku ini mungkin mulai lelah , sehingga koneksi antara mata, pendengaran dan aliran darah ke otak mulai terganggua. Kopi datang lagi, aku merupakan meja yang pertama dan paling depan, sempat ragu untuk meminumnya. Takut jikalau kopi itu terasa asin lagi, tapi ternya ini sudah kopi sungguhan. Kopi hitam manis khas Exsara yang diminum bersama sama dengan menggunakan botol bekas aqua yang di belah menjadi dua. Nikmat sekali..kafein yang terkandung di dalam kopi kembali menyadarka otakku, mata yang semula kantuk menjadi tersadar, telinga ini mulai sadar. Akhirnya jam kelas selesai. Sekitar jam setengan sebelas kami diwajibkan untuk tidur. Aku tidur di sebelah Tiara, baru sebentar aku tinggal sholat dia sudah tertidur pulas. Mungkin dia kelelahan sama sepertiku. Lampu dimatikan, kini hanya terdengar suara pak kiai yang sedang mengisi pengajian di Masjid belakang SD. Suaranya begitu jelas diiringi dengan dengan suara tetesan air langit yang tidak terlalu jelas. Juga terdengar suara langakah kaka kaka panitia yang selalu mengontrol kami apakah kami benar tertidur atau belum. Lama kelamaan suara suara itu lenyap entah kemana, dan aku mulai memasuki dunia bawah sadar dan setelah itu aku tak teringat apapun.
Mata ini terjaga, suara dari masjid yang tadi terdengar sudah tak ada. Kulihat jam yang ku kenakan di peregelanga tangan kiriku menunjukkan pukul setengah 2, ah aku lupa kalau jam jam ini bukan waktu tidurku. Jam jam malam seperti ini biasa ku habiskan untuk browshing tetapi apalah daya , semua alah komunikasi di sita. Aku juga lupa memberi kabar ibu bapakku. Ah bodohnya aku , pasti mereka khawatir. Kulihat samping kiriku terasa ada yang aneh, sepertinya tadi di sampingku Tiara, tapi kenapa ini yang ada hanya Memei? Aku bangkit dan menghitung peserta yang ada , hanya 13, lalu Tiara dimana?? Kucoba tenangkan pikiran, tak ada anak yang terbangun lagi, kucoba tuk pejamkan mata tak bisa karena memang ini bukan jam tidurku. Tiara kamu dimana? Ku coba berpikir positif, mungkin tiara pindah tempat kareana tidur di lantai dingin atau mungki tiara sedang ke kamar mandi. Ku juga mencoba membangunkan Memei, tapi mungkin dia terlalu lelah jadi tidak terbangun. Ku pejamkan mata lagi, terlihat bayang bayang pohon di luar jendela yang bergerak karena hembusan angin. Kapan aku bisa tidur? Aku tak membawa apapun yang bisa dipakai untuk
mengisi ketidakmampuan mata ini terpejam. Waktu terasa lama berputar, mengingatkanku pada kegiatan yang bersamaan dengan hari ini. Ahh sudahlah ..jarum panjang mulai menninggalkan dari angka 12, aku mulai sedikit terlelap. Tiba tiba..
Brak!! Brakk!! Brakk!! Bangun! Bangun!!!
“Bawa jas hujan, senter dan pake dresscode!!” Otak ini mencoba berpikir sekenanya, jantung berdetak lebih cepat dari biasanya karena suara yang keras dan tiba tiba. Semua peserta terlihat panik, ada yang berlari mencari perlengkapan, ada yang bingung dan lainnya. Kumpul di lapangan depan SD, hawa dingin menusuk, menembus tulang. Mata yang masih menahan kantuk di paksa untuk melihat dan bodohnya aku lupa membawa kaca mata..sudahlah setidaknya mata ini masuh mampu melihat untuk jarak beberapa meter. Semua peserta di bariskan sesuai kelompok. Kaka kaka panitia membentak kami dengan suara lantang. Ada peserta yang kaget sehingga harus minggir. Ada juga yang sesak nafas tapi ada pula yang hanya diam mengikuti intruksi. Suara kaka kakak panitia begitu menggelegar memecahkan heningnya malam di desa Tinjomoyo, entah warga sekitar terganggu atau tidak, tapi andaikan terganggu mereka pasti sudah paham. Aku disuruh keluar barisan karena tidak memakai sepatu
“hei kamu tidak pake sepatu! Baris pinggir sana!”
denagn sigap aku keluar barisan. Aaaa baru kali ini aku keluar barisan. Ternyata bukan cuma aku, Ayuria dan Ipet juga di suruh keluar barisan karena tidak memakai dresscode yang tepat. Kami kemudian juga disuruh lari mengelilingi lapangan, entah apa maksudnya. Aku lakukan saja walaupun aku juga takut menginjak sesuatu karena tak memakai kacamata , tapi aku hanya mengandalkan feeling. Berputar mengelilingi lapangan membuat hawa panas keluar dari dlam tubuh, rasa dingin yang hilang mulai mereda, tetapi gerimis juga selalu menguringi kami. Aku kembali masuk kebarisan dan kami disuruh mengenakan mantel. Jangan sampai salah bertindak atau salah bicara, karena sedikit saja salah bicara atau bertindak akanfatal akibatnya dan menjadi bahan untuk marah bagi kakak panitia. Aku hanya bisa pasrah dan menalani semampuku. Kami di bariskan satu – satu mengenakan mantel dan berjalan beriringan menuju suatu tempat yang akupun tak tau tempat itu apa. Jalan - jalan terlihat gelap hanya mendapat sinar lampu seadanya dari rumah warga, menyusri jalan yang kadang menanjak dan turun ditemani gemericik air langit yang tak bosan mengiringi. Kulihat samping kanan kiriku sepertinya hanya pohon pohon besar, melewati jembatan. Dimana ini?? Akan kemana ini?? Selama perjalanan peserta hanya terdiam , entah apa yang ada di dalam pikiran mereka, takutkah? Herankah? Atau terkejut, atau mungkin penasaran?? Entah aku pun tak tau apa yang sedang aku pikirkan saat itu. Yang aku rasakan hawa dingin yang begitu menusuk serta ku iringi membaca sholawat takutnya ada makhluk - makhluk dari dunia lain yang sedang menonton kami ingin berkenalan denganku. Kubuang jauh – jauh pikiran itu. Mencoba kembali fokus ke jalan.
“jangan ada yang melamun!!”
“jangan kosongkan pikiran!!”
“Ga usah liat kanan kiri!!”
Suara dari kakak kakak panitia itu yang senantiasa mengiringi kami. Sampailah di pinggir jalan, dimana jalan ini sudah mulai teraspal bagus tak seperti sebelumnya. Disini hanya ada penerangan dari lampu jalan besar yang letaknya juga agak jauh. Masih dengan nada keras dan tegas kakak kakak
panitia membariskan kami. Aku tak tau siapa saja kakak panitia yang bicara saat itu, karena memang cahaya yang kurang jelas serta mataku yang tak menggunakan alat bantu bernama kaca mata. Disitu kami di tanya, di bentak, di suruh berjanji, berargumen , aku tak bisa konsentrasi dengan guyuran hujan yang senantiasa mememani serta rasa dingin yang menggerogot.
“untuk apa kalian ikut diksar??!!”
“apa yang akan kalian beri pada Exsara??!!”
“Ayo jawab!!”
“kalian cape??!!”
Itulah pertanyaan yang masih tersimpan indah di memori otakku sampe sore ini. Hampir setengah jam kami berdiri dan memang di beri kesempatan duduk, namun sabar masih enggan untuk duduk. “Oh sabar ayoolaaahh..duduk” desahku dalam hati. Akhirnya ada yang menyuruh sabar untuk duduk juga. Kata kakak kakaknya ini belum seberapa dibandingkan dengan nanti saat kita menemui nyatanya secara langsung. Sayangnya saat itu tak ada pubdekdok yang mengabadikan, jadi momen itu hanya terekam indah di memori salah satu sisi otakku. Satu kata yang ingin ku ucapkan saat itu, kakak kakakku kalian hebat.
Kami kembali di bariskan memasuki daerah seperti taman. Disitu mantel sudah bisa di lepas karena memang tempatnya yang teduh. Kami disuruh melingkar, senyum mulai terlihat disini. Banyak sekali kakak kakak tingkat yang tak pernah kulihat berkumpul disini. Kami di suruh perkenalan, karena kami nantinya akan menjadi anggota baru di Exsara. Kehangatan mulai tersa disini. Canda gurau mulai ada menghilangkan rasa takut yang tadi sempat menghinggap di otakku beberapa menit yang lalu. Kakak kakak panitia mulai berkenalan. Sayangnya aku tak memakai kaca mata jadi aku tak bisa melihatnya dengan jelas wajah – wajah orang orang hebat dari Exsara..ahh mungkin belum waktunya nik.
Harum kopi merasuk kehidung dan menuju syaraf otak. Oh dik ..ini keluarga Exsara yang sesungguhnya. Keakraban, kehangatan , canda tawa dan kekonyolan yang kadang tidak penting dan mungkin takkan pernah ada di organisasi lain. Satu persatu peserta menyeruput kopi khas Exsara.. oh dik syahdu sekali..Obrolan – obrolan tak jelas dilakukan, mulai dari kakak kakak yangsudah tidak berada di kampus sampai yang masih di kampus. inilah keluarga Exsara.
Suara adzan subuh berkumandang, sudah waktunya untuk kembali. Kami berjalan bersama – sama sembari bercerita bagaimana tadi perasaannya saat di bangunkan , disuruh lari dan disuruh jalan. Aku dan memei bercerita dan kembali teringat Tiara?? Ah dimana dia ?? ada yang bilang dia diamankan oleh panitia. Syukurlah kamu masih ada Tiaraa.
Agenda di pagi yang terasa dingin ini diawali dengan senam KEMAS AHAI, jadi mengingatkanku akan kemas beberapa bulan yang lalu, masa keakraban mahasiswa sejarah. Ah lagu ini lagi. Ayoo kita bersemangat memulai hari ini. Seperti biasa jika untuk makan malam kami masak, untuk sarapan juga kami memasak lagi. Pagi ini kami memasak nasi seperti biasa, lauknya mencampur daun apa itu aku tak tau namanya dengan tempe. Sudahlahyang penting bisa untuk sarapan dan mengganjal perut. Momen sarapan berakhir sampai sekitar jam sembilan.
“Berjalan – jalan di hutan” itu kabar agenda selanjutnya. Momen ini yang aku tunggu dan memang momen ini yang membuat aku penasaran serta memutuskan diriku untuk mengikuti diksar Exsara. Ah.. namun entah mengapa mood ini mendadak berubah, tapi aku harus tetap syemangat. Menunggu giliran, kami di beri pertanyaan oleh mas Ucup dan mba Anna, aku hanya menjawab asal dan dapat giliran nomor 3. Oke siap berangkat setelah Sulistya, Tiara dan aku menyusul di belakangnya. Hape juga di bagikan katanya takut kalau nanti ada yang tersesat bisa langsung menghubungi. Kulangkahkan kaki meninggalkan are SD Tinjomoyo. Pesan mba Juniar “kamu jalan lurus aja dik”. Kuikuti petunjuk dari mba Juniar, ternyata jalan ini jalan yang kulalui tadi malam. Di pertigaan setelah Kuburan terdapat Mas Riwan, Mas Mua dan Mba Eni mereka dengan setia menungguku. Ini bukan pos pertama tapi pos pemanasan. Disini aku dituntut untuk menunjukan bakat, tetapi sayang mereka tak beruntung karena aku tak memiliki bakat yang mereka harapkan. Dan akhirnya aku hanya menyanyi dengan suara yang seadanya dan mungkin bukan hanya mengganggu manusia yang hidup tetapi juga mengganggu makhluk makhluk lain yang tak terlihat.
Aku lolos dan mereka mengarahkan ku untuk lurus terus mengikuti jalan. Aku mulai memasuki hutan, sepi tak ada siapapun, berpapasan dengan motor itupun hanya sekali. Aku sekarang benar benar sendirian di dalam hutan. Kunikmati jalan jalan tanah yang tak beraspal itu, benar – benar hutan, jalan naik dan turun sampailah di pos 1 yaitu pos “kepemimpinan”. Di pos 1 ini otakku dipaksa untuk berpikir kembali mengenai apa itu kepemimpinan dan hasilnya nihil, aku tak tau. Tapi mba Rosa dan Mba Hutri yang baik mau membagikan sedikit ilmunya untukku mengenai kepemimpinan. Akhirnya aku mulai paham. Aku masih harus berjalan lagi, amun kini tak sendiri ada nyamuk –nyamuk yang senantiasa menemaniku. Terimakasih nyamuk.
Sampai di pos 2 aku bertemu dengan mba Hilda dan Mbak Ofa. Loyalitas ? Aku kembali mengingat materi yang di sampaikan oleh Mas Agung semalam, ternyata otakku belum terlalu parah untuk mengingat apa itu Loyalitas. Yang aku pahami dan aku mengrti loyalitas itu ibarat suatu komitmen , kesetiaan dan untuk membentuk suatu komitmen kesetiaan itu kita membutuhkan cinta, karena dengan cinta semua akn terasa indah..oh dik. Seperti cinta yang aku lihat dari kakak kakak panitia terhadap exsara ini, mana mungkin Exsara akan bertahan jika tidak ada cinta dari orang – orang yang ada di dalamnya. Ah , itu loyalitas menurut maba yang masih berumur jagung dan belum lama berkenalan dengan Exsara. Aku dipersilahkan melanjutkan ke pos selanjutnya dengan syarat meneriakkan jargon Exsara sebanyak tiga kali.
“EXSARA”
“SUEGERE!!”
Sebanyak tiga kali kuteriakkan jargon itu sembari menuruni jalan. Otakku kembali berimajinasi liar, jikalau aku sedang shoting my TrIp My Adventure..sungguh aku ingin sebebas ini.
Pos 3 sudah menanti, pos ini berjudul CINTA TANAH AIR. Apalagi ini? Ada Mas Boby dan Mas Yahya meminta menunjukkan contoh real dari cinta tanah air, aku bergegas memungut sampah yang ada di sekita. Tapi mereka masih belum mau menerima itu, sedikit aku berargumen “apa ya aku harus cium tanah dan mencium pohon atau batu untuk menunjukkan rasa cinta itu?” aku tetap mengelak karena bukan dengan itu kita menunjukkan rasa cinta tanah air, dengan memasukinya aku kedalam hutan ini itu juga sudah termasuk rasa cinta tanah air bukan?. Ah akhirnya aku menyerah, aku memeluk pohon, sat aku ingat itu terlihat konyol sekali. Ya sudah kulanjutkan perjalananku kembali.
Menuju pos 4 aku bingung mau jalan yang mana, karena ada 3 belokan. Rada sempet galau juga mau milih yang mana , tik tok..feeling mengatakan lurus. Oke aku lurus, jalan semakin licin hampir – hampir aku terjatuh tapi raga ini masih seimbang untuk menopangnya, jadi tidak terlalu oleng. Di pos 4 Mba Caca dan mba intan dengan setia menungguku, disini aku bermain game. Ahh otakku berpikir lagi, hampir setengah jam otakku berpikir keras tapi msih belum menemukan jawaban. Memang payah otakku ini, tak ahli dalam bermain strategi. Bendera putih ku lambaikan pada mba Caca, aku di kasih kuncinya dan dengan sigap ku lanjutkan.
Empat pos sudah kulalui, pos terakhir adalah pos evaluasi. Katanya di sana ada kakak kakak panitia yang sudah senior. Akan dapat pertanyaan apa aku yah? Entahlah. Kususuri jalan yang berlumpur dan sampai dipertigaan. Antara kekanan atau kekiri? kebaikan atau kejahatan? Surga atau neraka? Ah main feeling lagi. Aku mncoba kekiri, dan ternyata kembali ke jalan pertama tadi. Tapi disini tidak ada orang. Karena alasan mencari aman dan daripada aku tersesat ga jelas lebih baik aku kembali ke SD, baru sampai tepi kuburan aku ditanya mas Lombok.
“mau kemana? Yang lain mana? Emang udah selesai?”
“udah, mau balik ke SD”. Jawabku santai
Baru sampai pos kamling ada mbak mbak nelfon dan bilang “dik, kamu dari pertigaan yang deket kuburan lurus terus ya, jangan pulang ke SD dulu!”
“ealah mba aku udah sampe pos kamling, berarti aku balik lagi ini?”
“iya dik, balik lagi”.
Hoalah malang nian nasibku, ga nyasar tapi malah bolak balik. Ternyata harusnya tadi di pertigaan ada Mas Riwan yang menjaga, tetapi karena memi tersesat pos itu kosong, dan jadi aku yang tersesat. Kususuri setapak demi setapak dan ketemu mas lombok lagi, aku diantar sampai pos terakhir Evaluasi.
Pos Evaluasi, pos terkhir dan menyadarkan arti diksar. Awalnya aku dievaluasi sama mas MUA, tapi entah mengapa katanya aku harus dievaluasi khusus, bergantilah dengan mas Budiono. Mas Budiono meminta aku menceritakan bagaimana diksar itu, mulai dari TM sampai selesai. Tak terasa evaluasi ku oleh mas Budiono sangat lama. Aku bercerita mulai dari awal kegalauan ikut diksar sampai kenapa tadi pagi dibangunin. Mas Budiono tanya
“jadi manfaat diksar itu apa?”
“ga ada mas, untuk saat sekarang ini ya ga ada.”
“jadi diksar itu ga penting?”
“ ya bukan ga penting, untuk sekarang dan saat ini ya memang belum keliatan, tapi kan kepakenya nanti pas kita bener bener terjun di kehidupan nyata”
“dasar kamu memang”. Mas budiono geleng geleng.
Banyak sekali ilmu yang aku dapat setelah evaluasi itu.
Siang setelah dhuhur sudah tidak ada agenda, aku memanjakan diriku dengan tertidur di masjid, sungguh pulas dan nikmat sekali.
Langit sore di tinjomoyo, memulai lagi dengan perkenalan. Kali ini ada kakak senior bernama kak Winarso, aku jadi teringat ada sebuah nama Fb bernama Prov. Winarso Spf. Dulu aku mengira orang yang memiliki Fb ini adalah seorang profesor tetapi ternyata belum. Kami berkenalan satu persatu, menyebutkan nama dan asal. Namun harus terputus oleh adzan magrib.
Makan malam bersama, dan untunglah tiidak ada acara masak – masak lagi. Kali ini yang menyiapkan panitia. Kami hanya tinggal menunggu. Saat makan tiba kami bersama – sama menikmati nasi diatas daun alakadarnya tapi luar biasa nikmat. Krena buka sekedar rasa yang kira cari, tapi kebersamaan. Terimaksih exsara.
Sarasehan bersama Prov. Winarso Spf dilanjutkan. Lagi lagi berkenalan, tapi kali ini ditambahkan dengan divisi apa yang diinginkan di Exsara. Aku tak tau, karena aku masih belum ada kemantapan untuk masuk kedivisi manapun, mungkin aku lebih melirik divisi rajawali, karena akan berjalan – jalan terus. Sarasehan ini detemani dengan kopi dan kopi lagi, tapi itulah ciri khas Exsara. Kopi Manis Exsara. Bernyanyi nyanyi lagu Exsara dan ternyata banyak yang tak hafal termasuk aku.
Subuh yang kedua di Tinjomoyo, langit masih tampak gelap. Ada sinar sedikit di arah timur memulailah kami dengan senam kemas seperti kemarin. Keringat mulai bercucur keluar dari raga ini, kami digiring untuk mandi bersama. Ah mandi di sungai dan badan ini harus basah seluruhnya. Arus yang deras membuat badan ini terasa semakin menggigil, tapi begitu nikmat. Dan memang baru kali ini aku bisa mandi di sungai. Ternyata mandi di sungai membuat perut menjadi lapar.
Masih ada satu prosesi lagi ternyata, upacara penutupan. Dan pasti upacara yang aneh lgi terjadi, dan memang benar. Upacara di Exsara berlangsung khidmat penuh dengan canda tawa. Prosesi terakhir dilanjutkan dengan penyiraman. Disiram air yang berbaur dengan rumput – rumput..oh dik syahdu sekali..
Diksar exsara selesai, perjalanan pulang bersama sama diiringi dengan musik dan mengambil beberapa rambutan. Aku ,memei, Tiara, Mas MUA ,Mba Caca, Ipet dan Ghani dapet rambutan Gratis.
Terimakasih Exsara..inspirasi mengingat diksar Exsara di bawah pohon blimbing wulung sangat luar biasa. Dan saya meyakini bahwa pendidikan dasar itu memang tidak penting, yang penting adalah sejarah yang pernah kita buat bahwa ini awal kebersamaan kita dengan Exsara. Kebersamaan dan kekeluargaan.
Komentar
Posting Komentar